Para dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab:
"Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah
engkau mengetahui bahawa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim
membalas: "Mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak mampu
berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu
yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mahu berfikir
sebentar di mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah
hancur sementara tuhan yang paling besar berdiri dan hanya
memandanginya. Tuhan-tuhan itu tidak mampu menghindarkan gangguan
dari diri mereka, dan bagaimana mereka dapat mendatangkan kebaikan
buat kalian. Tidakkah kalian mahu berfikir sejenak. Kapak itu tergantung
di tuhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat menceritakan
apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak
bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak
membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia
menyembah batu? Di mana letak akal fikiran yang sehat?" Allah SWT
menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya:
"Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah
kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui
keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: 'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat
kepadanya ?' Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami
menyembahnya.' Ibrahim menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak-
bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab:
'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah
kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata:
'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat
memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah,
sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-
berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim
membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang
terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali
(untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: 'Siapakah yang
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya
dia termasuk orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami
mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini
yang bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah
dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka
menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan
perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim
menjawab: 'Sebenarnya patung yang besar itulah yang
melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka
dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada kesedaran
mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-
orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi
tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah
mengetahui bahawa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.'
Ibrahim berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain Allah
sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat
pula memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa
yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak
memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-
tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS. al-
Anbiya': 51-68)
Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logik
berfikir yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan
akan menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat menghairankan.
Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan
dihukum dengan pembakaran.
Demikianlah masalah pergelutan antara pemikiran, atau antara nilai-
nilai, atau antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu membara di
tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk
menggugah hati dan fikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan
yang paling besar dan menuduhnya bahawa ialah yang menghancurkan
tuhan-tuhan yang lain. Nabi Ibrahim meminta kepada mereka untuk
bertanya kepada para tuhan itu, tentang siapa yang membuatnya hancur.
Tetapi para tuhan itu tidak mampu berbicara lalu mengapa manusia
menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara dan tidak mengerti
apa-apa.
Ketika Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka
orang-orang yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para
penentang itu tidak mahu manusia akan menyembah selain berhala.
Mereka pun mengatakan akan menggantung dan akan membakar Ibrahim
hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun ditangkap lalu disiapkanlah tempat
pembakaran. Para penentang itu berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah
Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian benar-benar
menyembahnya." Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut.
Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar Nabi Ibrahim.
Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia
berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai
desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima
bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya.
Mereka menggali lubang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan
pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian
mereka mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan
untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam
lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat
kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala
dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat
peristiwa itu berdiri agak jauh dari galian api itu kerana saking panasnya.
Lalu, seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke
dalam api. Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan
bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki
keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu
darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam
kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai
mengelilinginya, lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada api, Allah
SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa
keselamatan kepada
Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin
dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali-
tali yang mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di
tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman.
Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di
dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Hati Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh
kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi
damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada
Allah SWT tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para
dukun mengamat-amati dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api
terus menyala dalam tempo yang lama, sehingga orang-orang kafir
mengira bahawa api itu tidak pernah padam. Ketika api itu padam,
mereka dibuat terkejut ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari kubangan
api dalam keadaan selamat. Wajah mereka menjadi hitam kerana
terpengaruh asap api sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan
tampak diliputi dengan cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang
dipakai Nabi Ibrahim pun tidak terbakar, dan beliau tidak tersentuh
sedikit pun oleh api. Nabi Ibrahim pun keluar dari api itu bagaikan beliau
keluar dari taman. Lalu orang-orang kafir pun berteriak kehairanan.
Mereka pun mendapatkan kekalahan dan kerugian. Allah SWT berfirman:
"Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami
menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya':
70)
Al-Quran tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat
menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Quran juga tidak
menceritakan berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah
dan menyeru di jalan Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat
diketahui bahawa Nabi Ibrahim saat itu masih muda belia, ketika
melakukan peristiwa besar itu. Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya
mendengar penghancuran berhala, mereka berkata:
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya':
60)
Injil Barnabas menceritakan bahawa Nabi Ibrahim menghancurkan
patung-patung sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil
Barnabas mengatakan pada pasal ke 29 bahawa Nabi Ibrahim mendengar
suatu suara yang memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa
yang memanggilku?" Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang
berkata: "Aku adalah malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi
malaikat itu segera menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai
Ibrahim kerana engkau adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau
menghancurkan tuhan-tuhan sembahan manusia, Allah SWT memilihmu
sebagai pemimpin para malaikat dan para nabi." Kemudian - masih kata
Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya apa yang harus dilakukan untuk
menyembah tuhan para malaikat dan para nabi?" Jibril menjawab:
"bahawa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan mandi, agar dapat
mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara dengannya."
Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung, lalu Allah SWT menyerunya.
Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang memanggilku?" Allah SWT berkata:
"Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi Ibrahim gementar ketakutan
dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: "Wahai Tuhanku, bagaimana
hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia adalah tanah dan abu." Di
sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau bangkit kerana Allah
SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia telah memberkatinya
dan orang-orang yang mengikutinya.
Riwayat tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu
pengangkatannya sewaktu beliau menghancurkan berhala dan
penyembahan manusia. Demikianlah yang diceritakan oleh Al-Quran al-
Karim dalam firman-Nya:
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah!' Ibrahim
menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al-
Baqarah: 131)
Alhasil, masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak
ditentukan dalam Al-Quran, sehingga kita tidak dapat memberikan satu
jawapan pasti tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah,
bahawa Nabi Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk
menghancurkan argumen para penyembah berhala. Sebagaimana beliau
mampu sebelumnya menghancurkan argumen para penyembah bintang,
sehingga hanya tersisa satu argumen yang harus disampaikan kepada para
penguasa dan para raja. Dengan demikian, orang-orang kafir telah
mendapatkan seluruh argumen kebenaran.
Nabi Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang
menyangka bahawa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh
mereka untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya,
boleh jadi memang ia menyangka bahawa dirinya tuhan. kerana Allah
SWT telah memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahawa ia
hanya manusia biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas
kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia
memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari
daerah lain. Tapi yang kita ketahui bahawa pertemuan di antara
keduanya menyebabkan jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah
SWT menceritakan hal tersebut dengan firman-Nya:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya (Allah) kerana Allah telah memberikan kepada
orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan:
'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.' Orang itu
berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan.' Ibrahim berkata:
'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka
terbitkanlah dia dari barat,' lalu hairan terdiamlah orang kafir itu;
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. "
(QS. al-Baqarah: 258)
Allah SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu kerana dianggap tidak
penting, sebagaimana Al-Quran juga tidak menyebut dialog panjang yang
terjadi antara Nabi Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada
Nabi Ibrahim: "Aku mendengar bahawa Anda mengajak manusia untuk
menyembah Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi
Ibrahim menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja
berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku
lakukan?" Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah
raja yang tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan
manusia kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi
Ibrahim mendengar apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim
mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan lembut:
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." (QS.
al-Baqarah: 258)
Si raja membalas:
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Nabi Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan
mematikan. Nabi Ibrahim tahu bahawa sebenarnya ia berbohong. Raja
berkata: "Aku mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu
aku membunuhnya, dan pada kesempatan yang lain aku mampu
memaafkan orang yang sudah dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku
menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, aku mampu
memberi kehidupan dan kematian."
Mendengar kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat yang
sama beliau merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin
mematahkan argumen raja itu yang mengatakan bahawa ia mampu
menghidupkan dan mematikan, padahal sebenarnya ia tidak mampu.
Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur,
maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat. " (QS. al-
Baqarah: 258)
Mendengar tentangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam
ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim
berkata kepada raja bahawa Allah SWT mampu mendatangkan matahari
dari timur, apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu
raja tidak mampu mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan
undang-undang yang diatur dan diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada
makhluk yang lain yang mampu mengubahnya. Jika raja mengaku bahawa
ia benar-benar tuhan, maka tentu ia dapat mengubah hukum alam
tersebut. Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi tentangan itu.
Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya dan
apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam membisu,
Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian kebenaran Nabi
Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai
membicarakan mukjizatnya dan keselamatannya dari api. Manusia
menyinggung bagaimana sikap raja ketika mendengar tentangan Nabi
Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi membisu dan tidak mengetahui
apa yang harus dikatakannya.
Nabi Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi
Ibrahim mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya.
Nabi Ibrahim berusaha menyedarkan mereka dengan berbagai cara.
Meskipun beliau sangat cinta dan menyayangi mereka, mereka malah
justru marah kepadanya dan malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman
bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan
itu bernama Sarah yang kemudian menjadi isterinya sedangkan laki-laki
itu adalah Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya.
Ketika Nabi Ibrahim mengetahui bahawa tidak seorang pun beriman
selain kedua orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum
beliau berhijrah, ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim
mengetahui bahawa ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan
beriman. Nabi Ibrahim pun berlepas diri darinya dan memutuskan
hubungan dengannya.
Untuk kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang
mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahawa si ayah
seorang nabi dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi
Ibrahim justru sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang
menjadi nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita mengetahui bahawa
seorang mukmin berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun dia adalah
anaknya dan ayahnya.
Melalui kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahawa
hubungan satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di
antara hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan,
bukan hanya hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at-
Taubah:
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya,
tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya
kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa
bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114)
Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai
petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama
Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke
Palestina bersama isterinya, satu-satunya wanita yang beriman
kepadanya. Beliau juga disertai Luth, satu-satunya lelaki yang beriman
kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim:
'Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan)
Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.'" (QS. al-Ankabut: 26)
Setelah ke Palestin, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini
Nabi Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan
beliau berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan
membantu orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah.
Beliau menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan
kepada mereka jalan yang benar.
isteri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan
seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim
telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan
usianya hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berfikir
bahawa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berfikir
bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi isteri
kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah
menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan
anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama
Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar
melahirkan anak pertamanya, Ismail.
Nabi Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya,
bertasbih, dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapa jauh
jarak yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah
seorang musafir di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT
menyedari bahawa hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu,
kemudian di tiupkan sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian
hari kebangkitan.
Pada suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamaian, cinta, dan
keyakinan. Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta.
Beliau ingin melihat hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT
menceritakan sikapnya itu dalam firman-Nya:
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah
padaku bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah
berfirman: 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah
meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku).'" (QS. al-Baqarah: 260)
Hasrat Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh keimanan
yang luar biasa; keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu cincanglah
semuanya. Allah berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bahagian-
bahagian itu, kemudian panggillah mereka, nescaya mereka datang
kepadamu dengan segera," dan ketahuilah bahawa Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 260)
Nabi Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Beliau menyembelih empat ekor burung lalu memisah-misahkan
bahagiannya di atas gunung, kemudian ia memanggilnya dengan nama
Allah SWT. Tiba-tiba bulu-bulu dan burung itu bangkit dan bergabung
dengan sayap-sayapnya, kemudian dada dari burung itu mencari
kepalanya. Akhirnya, bahagian-bahagian burung yang terpisah kembali
bergabung. Burung itu pun kembali mendapatkan kehidupan lalu burung
itu terbang dengan cepat dan kembali ke pangkuan Nabi Ibrahim.
Para ahli tafsir meyakini bahawa eksperimen ini berangkat dari kehausan
ilmu yang ada pada Nabi Ibrahim, dan sebahagian lagi mengatakan
bahawa beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT saat menciptakan
makhluk-Nya. Beliau memang sudah mengetahui hasilnya, tapi beliau
tidak melihat cara pembuatan penciptaan makhluk. Sebahagian mufasir
lain mengatakan bahawa beliau merasa puas atas apa yang dikatakan
oleh Allah SWT dan beliau tidak jadi menyembelih burung. Kami sendiri
menilai bahawa eksperimen ini menunjukkan tingkat cinta yang tinggi
yang dicapai oleh seorang musafir di jalan Allah SWT, yaitu Nabi Ibrahim.
Seorang pencinta akan selalu timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk,
dan rasa ingin menambah cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim.
Inilah petualangan Nabi Ibrahim di mana setiap kali ia melalui
perjalanannya, maka kehausan cintanya pun meningkat. Pada suatu hari
Nabi Ibrahim bangun lalu beliau memerintahkan isterinya, Hajar, untuk
membawa anaknya bersiap-siap untuk melalui perjalanan panjang.
Setelah beberapa hari, di mulailah perjalanan Nabi Ibrahim bersama
isterinya Hajar berserta anak mereka, Ismail. Saat itu Ismail masih
menyusu pada ibunya.
Nabi Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan
tanaman, melewati gurun dan gunung-gunung. Kemudian beliau
memasuki tanah Arab. Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di
dalamnya tidak ada tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada
pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air. Lembah itu kosong dari
tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah, lalu beliau
turun dari atas punggung haiwan tunggangannya. Lalu beliau menurunkan
isterinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya
dibekali dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk
kebutuhan dua hari.
Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba
isterinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke
mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini,
padahal di dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak
segera menjawab dan ia tetap berjalan. isterinya pun kembali
mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim
tetap diam. Akhirnya, si isteri memahami bahawa Nabi Ibrahim tidak
bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian
si isteri bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian
ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." isteri yang beriman itu berkata:
"Kalau begitu, kita tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke
tempat di suatu gunung lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk
berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam
perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama
ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggungjawab bersama
ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk
didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya
Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya
saat kita solat.
Nabi Ibrahim meninggalkan isterinya dan anaknya yang masih menyusu di
padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan
kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia
mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si
ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada
sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail
mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan
air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang
bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas
keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia
mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat
membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau
berita namun semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan
ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung
yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada
seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang.
Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan
menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke
Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan
melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung
yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh kerananya, orang-orang yang
berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini
adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi
mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia
duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang
sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-
mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu
memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si
anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan
tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu
berserta anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan itu.
Sungguh benar apa yang dikatakannya bahawa Allah SWT tidak akan
membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.
Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai
mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda
kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai
tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya,
lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat. Allah SWT
menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya:
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada
Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku,
anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang
yang soleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab:
'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya-
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'
Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami
panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah
membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
(yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS.
ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya.
Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan
seorang nabi yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling
penyayang di muka bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT
dan cinta kepada makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat
beliau menginjak usia senja, padahal sebelumnya beliau tidak
membayangkan akan memperoleh kurnia seorang anak.
Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang
menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah
pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira
bahawa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar
diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan
emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi
Ibrahim berfikir dan merenung. Kemudian datanglah jawapan bahawa
Allah SWT melihatkan kepadanya bahawa mimpi para nabi adalah mimpi
kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahawa ia
menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan
perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.
Sebagai pencinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari
hal tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim
adalah penghulu para pencinta. Nabi Ibrahim berfikir tentang apa yang
dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk
kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu
anaknya dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya
untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui
anaknya.
"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam
mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS.
ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam
menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu
kepada anaknya; apakah anaknya akan menaati perintah tersebut.
Bukankah perintah tersebut adalah perintah dari Tuhannya? Ismail
menjawab sama dengan jawapan dari ayahnya itu bahawa perintah itu
datangnya dari Allah SWT yang kerananya si ayah harus segera
melaksanakannya:
"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah
engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-
Shaffat: 102)
Perhatikanlah jawapan si anak. Ia mengetahui bahawa ia akan disembelih
sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati
ayahnya bahawa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran.
Barangkali si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara
disembelih sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim
merasa tenang ketika mendapati anaknya menentangnya untuk
menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT.
Kita tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika
mendapati anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT
menceritakan kepada kita bahawa Ismail tertidur di atas tanah dan
wajahnya tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi
Ibrahim agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau
sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai
pelaksanaan perintah Allah SWT:
"Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-
Shaffat: 103)
Al-Quran menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan
diri terhadap perintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki.
Hendaklah engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada
sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan
sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim.
Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu
korban yang besar.
Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum
Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam
yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.
Demikianlah kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan
kembali berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah
Kaldanin, tempat kelahirannya di Iraq, dan melalui Yordania dan tinggal
di negeri Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang
kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama
kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah
mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi Ibrahim duduk di luar khemahnya dan memikirkan tentang anaknya
Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa
korban yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim
tidak mampu menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya.
Matanya berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur
kepada Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi
Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.
Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke
bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan
tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di
depan Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya,
kemudian mereka akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan
hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu,
Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak
mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim
membalas salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan
menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke
dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahawa mereka adalah tamu-
tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka duduk, dan kemudian ia
meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya.
Sarah, isterinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat
itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi Ibrahim berkata kepada isterinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang
asing." isterinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab:
"Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak
ragu lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian
mereka tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh ya,
apakah ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah
berkata: "Separuh daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya
separuh daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang
gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki
haiwan tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau
barangkali mereka orang-orang yang tidak mampu."
Nabi Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk
disembelih serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya.
Kemudian disiapkanlah makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil
tamu-tamunya untuk makan. isterinya membantu untuk melayani mereka
dengan penuh kehormatan. Nabi Ibrahim mengisyaratkan untuk
menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim mulai mengawali
untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui
bahawa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan.
Barangkali di rumahnya tidak ada haiwan lain selain kambing itu, tetapi
kerana kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk
tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak
seorang pun di antara tamunya yang menghulurkan tangan. Nabi Ibrahim
mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa
kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri
pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi
Ibrahim merasakan ketakutan.
Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahawa tamu yang tidak mahu makan
hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini bererti bahawa ia
hendak berniat jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berfikir
dengan penuh kehairanan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim
kembali berfikir, bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak
menemuinya di mana ia tidak melihat mereka sebelumnya kecuali
setelah mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki binatang
tunggangan yang menghantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa
bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat aneh baginya. Mereka
adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas debu perjalanan.
Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka duduk di
atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah
ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati isterinya Sarah
berdiri di hujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi
Ibrahim hendak mengatakan bahawa ia merasa takut terhadap tamu-
tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berfikir
bahawa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak
masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat
membaca fikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang
malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim
mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku
mengakui bahawa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk
makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mahu
memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah
seorang malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai
Ibrahim, kerana kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah
diutus kepada kaum Luth."
Mendengar semua itu, isteri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti
dialog yang terjadi antara suaminya dan mereka. Salah seorang malaikat
menoleh kepadanya dan memberinya khabar gembira tentang kelahiran
Ishak. Allah SWT memberimu khabar gembira dengan kelahiran Ishak.
Wanita tua itu dengan penuh kehairanan berkata:
"Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal
aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam
keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai
perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan isterinya. Suasana di kamar pun
berubah dan hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya
dipenuhi dengan kegembiraan. isterinya yang mandul berdiri dalam
keadaan gementar, kerana berita gembira yang dibawa oleh para
malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua
dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin,
padahal dia adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang cukup
menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim bertanya:
"Apakah kamu memberi khabar gembira kepadaku padahal usiaku
telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita
gembira yang kamu khabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah beliau ingin mendengarkan khabar gembira untuk kedua kalinya,
ataukah ia ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua
kalinya kurnia dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin
menampakkan kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan
padanya bahawa mereka membawa berita gembira yang penuh dengan
kebenaran.
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan khabar gembira kepadamu
dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang
berputus asa.'" (QS. al-Hijr: 55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhannya,
kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka
melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim
memahamkan mereka bahawa ia tidak berputus asa tetapi yang
ditampakkannya hanya sekadar kegembiraan. Kemudian isteri Nabi
Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan bersama mereka. la
bertanya dengan penuh kehairanan: "Apakah aku akan melahirkan
sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat
menghairankan." Para malaikat menjawab:
"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan tentang
ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya,
dicurahkan atas kamu, hai Ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha
Terpuji lagi Maha Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi
Ibrahim dan isterinya. Nabi Ibrahim tidak mempunyai anak kecuali Ismail
di mana ia meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab.
isterinya Sarah selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya
anak. Ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya,
Hajar. Maka dari Hajar lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki
anak. Oleh kerana itu, Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.
Para malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan
kehendak Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan
pada suaminya." Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan khabar
gembira di mana ia akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa
tetapi seorang anak yang cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga
menyampaikan kepadanya bahawa anaknya akan mempunyai anak
(cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita itu telah bersabar
cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu datanglah
balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air
matanya berlinang saat ia berdiri kerana saking gembiranya. Sementara
itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang menghairankan.
Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi Ibrahim
mengetahui bahawa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang ia
tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun
ia jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas
perintah Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa
anaknya bersama ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang
tidak memiliki tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada
keterangan yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut
dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT.
Allah SWT memberinya khabar gembira saat beliau menginjak usia tua
dengan kelahiran Ishak dari isterinya Sarah, dan setelah kelahirannya
disusul dengan kelahiran Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu
pandangannya tertuju pada makanan. Ia merasa tidak mampu lagi
melanjutkan makan kerana saking gembiranya. Ia memerintahkan
pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu beliau menoleh kepada
para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim dan keresahannya
menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa mereka diutus pada
kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal
bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth
dan kaumnya. Ini bererti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan.
Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak
mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan
bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi
Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim
berbicara kepada mereka, bahawa boleh jadi mereka akan beriman dan
keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya
bahawa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahawa tugas
mereka adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi
orang-orang yang melampaui batas.
Setelah para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali
berbicara kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth.
Ia bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu
desa yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat
menjawab: "Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang
mukmin dan ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan
dihancurkan sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini."
Para malaikat menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada
di dalamnya." Kemudian mereka memahamkannya bahawa perkara
tersebut telah ditetapkan dan bahawa kehendak Allah SWT telah
diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para malaikat memberi
pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak terlibat lebih jauh
dalam dialog itu kerana Allah SWT telah memutuskan perintah-Nya untuk
mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang tidak
dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi
Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan
penyantun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah
datang kepada Ibrahim dengan membawa khabar gembira, mereka
mengucapkan: 'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian
Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka
tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim
memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada
mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya
kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan
isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami
sampaikan kepadanya khabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan
dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. isterinya berkata: 'Sungguh
menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku
adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan
yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang
sangat aneh.' Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan
tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-
Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha
Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu hilang dari
Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal
jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.
Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi
penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah
soal jawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan
sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat
ditolak." (QS. Hud: 69-76)
Pernyataan malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu.
Ibrahim pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita
beralih pada Nabi Luth dan kaumnya.
[1] Terdapat perbezaan pendapat dalam mentafsirkan kata "ab" dalam
kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebahagian mengertikannya
dengan erti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain
beranggapan bahawa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah bapa
saudara. (Pengarang)