Lalu Uzair sampai di suatu kuburan. Udara panas saat itu semakin
menyengat dan keldai tampak kepayahan. Tubuhnya diselimuti dengan
keringat yang tampak menyala kerana tertimpa sinar matahari. Keldai itu
pun mulai memperlambat langkahnya ketika sampai di kuburan. Uzair
berkata kepada dirinya: Mungkin aku lebih baik berhenti sebentar untuk
beristirahat, dan aku akan mengistirahatkan keldai. Lalu aku akan makan
siang. Uzair turun dari keldainya di salah satu kuburan yang rosak dan
sepi. Semua desa itu menjadi kuburan yang hancur dan sunyi. Uzair
mengeluarkan piring yang dibawanya dan duduk di suatu naungan. Ia
mengikat keldai di suatu dinding, lalu ia mengeluarkan sebahagian roti
kering dan menaruhnya di sampingnya. Selanjutnya, ia memeras di
piringnya anggur dan meletakkan roti yang kering itu di bawah perasan
anggur. Uzair menyandarkan punggungnya di dinding dan agak
menjulurkan kakinya. Uzair menunggu sampai roti itu tidak kering dan
tidak keras. Kemudian Uzair mulai mengamati keadaan di sekelilinginya
dan tampak keheningan dan kehancuran meliputi tempat itu: rumah-
rumah hancur berantakan dan tampak tiang-tiang pun akan hancur,
pohon-pohon sedikit saja terdapat di tempat itu yang tampak akan mati
kerana kehausan, tulang-tulang yang mati yang dikuburkan di sana
berubah menjadi tanah. Alhasil, keheningan menyeliputi tempat itu.
Uzair merasakan betapa kerasnya kehancuran di situ dan ia bertanya
dalam dirinya sendiri: bagaimana Allah s.w.t menghidupkan semua ini
setelah kematiannya? "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini
setelah hancur?"
Uzair bertanya: bagaimana Allah s.w.t menghidupkan tulang-tulang ini
setelah kematiannya, di mana ia berubah menjadi sesuatu yang
menyerupai tanah. Uzair tidak meragukan bahawa Allah s.w.t mampu
menghidupkan tulang-tulang ini, tetapi ia mengatakan yang demikian itu
kerana rasa heran dan kekaguman. Belum lama Uzair mengatakan
kalimatnya itu sehingga ia mati. Allah s.w.t mengutus malaikat maut
padanya lalu rohnya dicabut sementara keldai yang dibawanya masih ada
di tempatnya ketika melihat tuannya sudah tidak lagi berdaya. Keldai itu
tetap di tempatnya sehingga matahari tenggelam lalu datanglah waktu
Subuh. Keldai berusaha berpindah dari tempatnya tetapi ia terikat. Ia
pun masih ada di tempatnya dan tidak bisa melepaskan ikatannya
sehingga ia mati kelaparan.
Kemudian penduduk desa Uzair merasa gelisah dan mereka ramai-ramai
mencari Uzair di kebunnya, tetapi di sana mereka tidak menemukannya.
Mereka kembali ke desa dan tidak menemukannya. Lalu mereka
menetapkan beberapa kelompok untuk mencarinya. Akhirnya, kelompok-
kelompok ini mencari ke segala penjuru tetapi mereka tidak menemukan
Uzair dan tidak menemukan keldainya. Kelompok-kelompok ini melewati
kuburan yang di situ Uzair meninggal, namun mereka tidak berhenti di
situ. Tampak bahawa di tempat itu hanya diliputi keheningan.
Seandainya Uzair ada di sana nescaya mereka akan mendengar suaranya.
Kemudian kuburan yang hancur ini sangat menakutkan bagi mereka,
kerana itu mereka tidak mencari di dalamnya.
Lalu berlalulah hari demi hari, dan orang-orang putus asa dari mencari
Uzair, dan anak-anaknya merasa bahawa mereka tidak akan melihat
Uzair kedua kalinya dan isterinya mengetahui bahawa Uzair tidak mampu
lagi memelihara anaknya dan menuangkan rasa cintanya kepada mereka
sehingga isterinya itu menangis lama sekali. Sesuai dengan perjalanan
waktu, maka air mata pun menjadi kering dan penderitaan makin
berkurang. Akhirnya, manusia mulai melupakan Uzair dan mereka tetap
menjalankan tugas mereka masing-masing. Dan berjalanlah tahun demi
tahun dan masyarakat mulai melupakan Uzair kecuali anaknya yang
paling kecil dan seorang wanita yang bekerja di rumah mereka di mana
Uzair sangat cinta kepadanya. Usia wanita itu dua puluh tahun ketika
Uzair keluar dari desa.
Berlalulah sepuluh tahun, dua puluh tahun, delapan puluh tahun,
sembilan puluh tahun sehingga sampai satu abad penuh. Allah s.w.t
berkehendak untuk membangkitkan Uzair kembali. Allah s.w.t mengutus
seorang malaikat yang meletakkan cahaya pada hati Uzair sehingga ia
melihat bagaimana Allah s.w.t menghidupkan orang-orang mati. Uzair
telah mati selama seratus tahun. Meskipun demikian, ia dapat berubah
dari tanah menjadi tulang, menjadi daging, dan kemudian menjadi kulit.
Allah s.w.t membangkitkan di dalamnya kehidupan dengan perintah-Nya
sehingga ia mampu bangkit dan duduk di tempatnya dan memperhatikan
dengan kedua matanya apa yang terjadi di sekelilingnya.
Uzair bangun dari kematian yang dijalaninya selama seratus tahun.
Matanya mulai memandang apa yang ada di sekelilingnya lalu ia melihat
kuburan di sekitarnya. Ia mengingat-ingat bahawa ia telah tertidur. Ia
kembali dari kebunnya ke desa lalu tertidur di kuburan itu. Inilah
peristiwa yang dialaminya. Matahari bersiap-siap untuk tenggelam
sementara ia masih tertidur di waktu Dzuhur. Uzair berkata dalam
dirinya: Aku tertidur cukup lama. Barangkali sejak Dzuhur sampai
Maghrib. Malaikat yang diutus oleh Allah s.w.t membangunkannya dan
bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?"
Malaikat bertanya kepadanya: "Berapa jam engkau tidur?" Uzair
menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Malaikat yang
mulia itu berkata kepadanya: "Sebenarnya kamu tinggal di sini selama
seratus tahun lamanya. " Engkau tidur selama seratus tahun. Allah s.w.t
mematikanmu lalu menghidupkanmu agar engkau mengetahui jawapan
dari pertanyaanmu ketika engkau merasa heran dari kebangkitan yang
dialami oleh orang-orang yang mati. Uzair merasakan kehairanan yang
luar biasa sehingga tumbuhlah keimanan pada dirinya terhadap
kekuasaan al-Khaliq (Sang Pencipta). Malaikat berkata sambil menunjuk
makanan Uzair: "Lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum
berubah."
Uzair melihat buah tin itu lalu ia mendapatinya seperti semula di mana
warnanya tidak berubah dan rasanya pun tidak berubah. Telah berlalu
seratus tahun tetapi bagaimana mungkin makanan itu tidak berubah? Lalu
Uzair melihat piring yang di situ ia memeras buah anggur dan meletakkan
di dalamnya roti yang kering, dan ia mendapatinya seperti semula di
mana minuman anggur itu masih layak untuk diminum dan roti pun masih
tampak seperti semula, di mana kerasnya dan keringnya roti itu dapat
dihilangkan ketika dicampur dengan perasan anggur. Uzair merasakan
kehairanan yang luar biasa, bagaimana mungkin seratus tahun terjadi
sementara perasan anggur itu tetap seperti semula dan tidak berubah.
Malaikat merasa bahawa seakan-akan Uzair masih belum percaya atas
apa yang dikatakannya. kerana itu, malaikat menunjuk keldainya sambil
berkata: "Dan lihatlah kepada keledaimu itu (yang telah menjadi tulang-
belulang)."
Uzair pun melihat ke keldainya tetapi ia tidak mendapati kecuali ia tanah
dari tulang-tulang keldainya. Malaikat berkata kepadanya: "Apakah
engkau ingin melihat bagaimana Allah s.w.t membangkitkan orang-orang
yang mati? Lihatlah ke tanah yang di situ terletak keledaimu." Kemudian
malaikat memanggil tulang-tulang keldai itu lalu atom-atom tanah itu
memenuhi panggilan malaikat sehingga ia mulai berkumpul dan bergerak
dari setiap arah lalu terbentuklah tulang-tulang. Malaikat memerintahkan
otot-otot saraf daging untuk bersatu sehingga daging melekat pada
tulang-tulang keldai. Sementara itu, Uzair memperhatikan semua proses
itu. Akhirnya, terbentuklah tulang dan tumbuh di atasnya kulit dan
rambut.
Alhasil, keldai itu kembali seperti semula setelah menjalani kematian.
Malaikat memerintahkan agar roh keldai itu kembali kepadanya dan
keldai pun bangkit dan berdiri. Ia mulai mengangkat ekornya dan
bersuara. Uzair menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t tersebut
terjadi di depannya. Ia melihat bagaimana mukjizat Allah s.w.t yang
berupa kebangkitan orang-orang yang mati setelah mereka menjadi
tulang belulang dan tanah. Setelah melihat mukjizat yang terjadi di
depannya, Uzair berkata: "Saya yakin bahawa Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. "
Uzair bangkit dan menunggangi keldainya menuju desanya. Allah s.w.t
berkehendak untuk menjadikan Uzair sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya
kepada masyarakat dan mukjizat yang hidup yang menjadi saksi atas
kebenaran kebangkitan dan hari kiamat. Uzair memasuki desanya pada
waktu Maghrib. Ia tidak percaya melihat perubahan yang terjadi di
desanya di mana rumah-rumah dan jalan-jalan sudah berubah, begitu
juga manusia dan anak-anak yang ditemuinya. Tak seorang pun di situ
yang mengenalinya. sebaliknya, ia pun tidak mengenali mereka. Uzair
meninggalkan desanya saat beliau berusia empat puluh tahun dan
kembali kepadanya dan usianya masih empat puluh tahun. Tetapi
desanya sudah menjalani waktu seratus tahun sehingga rumah-rumah
telah hancur dan jalan-jalan pun telah berubah dan wajah-wajah baru
menghiasi tempat itu.
Uzair berkata dalam dirinya: Aku akan mencari seorang lelaki tua atau
perempuan tua yang masih mengingat aku. Uzair terus mencari sehingga
ia menemukan pembantunya yang ditinggalnya saat berusia dua puluh
tahun. Kini, usia pembantu itu mencapai seratus dua puluh tahun di
mana kekuatannya sudah sangat merosot dan giginya sudah ompong dan
matanya sudah lemah. Uzair bertanya kepadanya: "Wahai perempuan
yang baik, di mana rumah Uzair." Wanita itu menangis dan berkata: "Tak
seorang pun yang mengingatinya. Ia telah keluar sejak seratus tahun dan
tidak kembali lagi. Semoga Allah s.w.t merahmatinya." Uzair berkata
kepada wanita itu: "Sungguh aku adalah Uzair. Tidakkah engkau
mengenal aku? Allah s.w.t telah mematikan aku selama seratus tahun
dan telah membangkitkan aku dari kematian." wanita itu kehairanan dan
tidak mempercayai omongan itu. Wanita itu berkata: "Uzair adalah
seseorang yang doanya dikabulkan. Kalau kamu memang Uzair, maka
berdoalah kepada Allah s.w.t agar aku dapat melihat sehingga aku dapat
berjalan dan mengenalmu." Lalu Uzair berdoa untuk wanita itu sehingga
Allah s.w.t mengembalikan penglihatan matanya dan kekuatannya.
Wanita itu pun mengenali Uzair. Lalu ia segera berlari di negeri itu dan
berteriak: "Sungguh Uzair telah kembali." Mendengar teriakan wanita itu,
masyarakat bingung dan merasa heran. Mereka mengira bahawa wanita
itu telah gila.
Kemudian diadakan pertemuan yang dihadiri orang-orang pandai dan
para ulama. Dalam majlis itu juga dihadiri oleh cucu Uzair di mana
ayahnya telah meninggal dan si cucu itu telah berusia tujuh puluh tahun
sedangkan datuknya, Uzair, masih berusia empat puluh tahun. Di majlis
itu mereka mendengarnya kisah Uzair lalu mereka tidak mengetahui
apakah mereka akan mempercayainya atau mengingkarinya. Salah
seorang yang pandai bertanya kepada Uzair: "Kami mendengar dari ayah-
ayah kami dan kakek-kakek kami bahawa Uzair adalah seorang Nabi dan
ia mampu menghafal Taurat. Sungguh Taurat telah hilang dari kita dalam
peperangan Bukhtunnashr di mana mereka membakarnya dan membunuh
para ulama dan para pembaca Kitab suci itu. Ini terjadi seratus tahun
lalu yang engkau katakan bahawa engkau menjalani kematian atau
engkau tidur. Seandainya engkau menghafal Taurat, nescaya kami akan
percaya bahawa engkau adalah Uzair."
Uzair mengetahui bahawa tak seorang pun dari Bani Israil yang mampu
menghafal Taurat. Uzair telah menyembunyikan Taurat itu dari usaha
musuh untuk menghancurkannya. Uzair duduk di bawah naungan pohon
sedangkan Bani Israil berada di sekitarnya. Lalu Uzair menghapusnya
huruf demi huruf sampai selesai lalu ia berkata dalam dirinya: Aku
sekarang akan mengeluarkan Taurat yang telah aku simpan. Uzair pergi
ke suatu tempat lalu ia mengeluarkan Taurat di mana kertas yang terisi
Taurat itu telah rosak. Ia mengetahui mengapa Allah s.w.t mematikannya
selama seratus tahun dan membangkitkannya kembali. Kemudian
tersebarlah berita tentang mukjizat Uzair di tengah-tengah Bani Israil.
Mukjizat tersebut membawa fitnah yang besar bagi kaumnya. Sebahagian
kaumnya mengklaim bahawa Uzair adalah anak Allah. Allah s.w.t
berfirman:
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Uzair adalah anak Allah.'" (QS. al-
Baqarah: 30)
Mula-mula mereka membandingkan antara Musa dan Uzair dan mereka
berkata: "Musa tidak mampu mendatangkan Taurat kepada kita kecuali di
dalam kitab sedangkan Uzair mampu mendatangkannya tanpa melalui
kitab." Setelah perbandingan yang salah ini, mereka menyimpulkan
sesuatu yang keliru di mana mereka menisbatkan kepada nabi mereka hal
yang sangat tidak benar. Mereka mengklaim bahawa dia adalah anak
Tuhan. Maha Suci Allah dari semua itu:
"Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia." (QS.
Maryam: 35).