Selesailah demonstrasi pasukan Sulaiman. Kemudian para utusan ratu
dipersilakan maju ke tempat hidangan, makan. Para utusan itu sangat
terkejut ketika melihat berbagai macam, makanan dari penjuru bumi ada
di depannya, dan di antara, makanan itu pun terdapat, makanan yang
biasa di temukan di negeri mereka, tetapi mereka melihat bahawa,
makanan itu memiliki rasa yang istimewa. Selain itu, piring-piring yang
ada di depan mereka dan dijadikan tempat, makanan terbuat dari emas
dan mereka dilayani oleh laki-laki yang berhias dengan emas, ratu
mereka pun tidak mengenakan hiasan itu. Di meja, makan itu terdapat
burung, ikan laut dan berbagai macam daging yang mereka tidak mampu
lagi membezakannya. Sulaiman tidak, makan bersama mereka tetapi
beliau, makan dengan menggunakan piring yang terbuat dari kayu. Beliau
memakan roti yang kering yang dicampur dengan minyak. Inilah,
makanan yang dipilihnya.
Sulaiman, makan bersama mereka dalam keadaan diam. Mereka merasa
bahawa kehadiran Sulaiman menciptakan suatu kewibawaan yang luar
biasa. Selesailah jamuan, makan itu, lalu dengan sangat malu, mereka
menyerahkan hadiah ratu Balqis kepada Sulaiman. Hadiah itu berupa
emas. Bagi mereka, hadiah itu sangat bernilai tetapi di sini hadiah ini
tampak kecil di hadapan kekayaan yang sangat mengagumkan. Sulaiman
memperhatikan hadiah ratu itu dan berkata:
"Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata:
'Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta?, maka apa yang
diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. (QS. an-
Naml: 36)
Raja Sulaiman menyingkap - dengan kata-katanya yang singkat itu -
penolakannya terhadap hadiah mereka. Ia memberitahu utusan itu
bahawa ia tidak menerima hadiah tersebut. Ia tidak merasa puas dengan
hadiah itu. Yang membuatnya puas hanya: "Janganlah kalian berlaku
sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri. "
Lalu Sulaiman kembali berkata dengan pelan:
"Kembalilah kepada mereka. Sungguh kami akan mendatangi mereka
dengan bala tentera yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti
kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba') dengan terhina
dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina." (QS. an-
Naml: 37)
Sulaiman meninggalkan para utusan ratu itu setelah terlebih dahulu
mengancam mereka. Para utusan itu mengharap agar Sulaiman mau
menunggu kunjungan ratu Balqis sendiri yang akan membawa misi
perdamaian. Akhirnya, sampailah para utusan Balqis ke Saba' mereka
segera menuju istana ratu. Mereka memberitahu bahawa negeri mereka
ada di hujung tanduk. Mereka menceritakan kepada ratu kekuatan
Sulaiman, dan tidak mungkin bagi mereka mampu melawannya. Mereka
meyakinkan Balqis bahawa ia harus mengunjunginya dan melihat sendiri.
Kemudian ratu menyiapkan dirinya untuk pergi menuju kerajaan
Sulaiman. Sulaiman duduk di kerusi kerajaan di tengah-tengah para
pembesarnya dan para menterinya serta para komandan pasukan. Beliau
berfikir tentang Balqis. Sulaiman mengetahui bahawa Balqis menuju
tempatnya. Balqis dikelilingi rasa takut. Sulaiman berfikir sejenak
tentang bagaimana matahari disembah. Ia memikirkan bagaimana
informasi yang diterima badan perisikannya tentang kemajuan kerajaan
Balqis dalam bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Sulaiman bertanya
kepada dirinya sendiri, apakah kemajuan menjadi penghalang untuk
mengetahui kebenaran, apakah ratu itu gembira dengan kekuatan yang
dicapainya dan ia membayangkan bahawa kekuatan adalah?
Dengan kemajuan yang dimilikinya, Sulaiman ingin membuat kejutan
agar ratu mengetahui bahawa Islam yang diyakini oleh Sulaiman adalah
satu-satunya yang mampu mendatangkan kemajuan dan kekuatan yang
hakiki, sehingga ia dapat membandingkan antara keyakinannya dalam
menyembah matahari berserta kemajuan yang dicapainya dan keyakinan
Sulaiman juga berserta kemajuan yang diraihnya.
Para perisik Sulaiman telah memberitahunya bahawa hal yang sangat
disegani dan dikagumi oleh kaum Balqis adalah kerajaan Saba', yaitu
singgahsana ratu Balqis. Singgahsana itu terbuat dari emas dan batu
mulia; singgahsana tersebut dijaga oleh para penjaga yang sangat disiplin
di mana mereka tidak pernah lalai sedikit pun. Oleh kerana itu, sangat
tepat bila Sulaiman menghadirkan singgahsana di sini, di kerajaannya
sehingga ketika ratu tiba, maka ia dapat duduk di atasnya. Sulaiman
ingin membuat kejutan kepadanya dan menunjukkan bahawa
kemampuannya tersebut yang berlandaskan pada keislamannya. Sulaiman
melakukan yang demikian itu dengan harapan agar si ratu tunduk
kepadanya. Ide ini terlintas dalam diri Sulaiman, lalu ia mengangkat
kepalanya dan menoleh kepada anak buahnya:
"Berkata Sulaiman: 'Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu
sekalian yang sanggup membawa singgahsananya kepadaku sebelum
mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.'"
(QS. an-Naml: 38)
Perhatikanlah ungkapan fikiran Nabi Sulaiman tersebut. Semua
pemikirannya berkisar tentang keislaman, para penyembah matahari;
tentang bagaimana beliau dapat memberikan petunjuk kepada mereka di
jalan Allah s.w.t. Yang pertama menjawab pertanyaan Sulaiman itu
adalah Ifrit dari kalangan jin yang Allah s.w.t telah menundukkan mereka
kepada Sulaiman:
"Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: 'Aku akan datang
kepadamu dengan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum
kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar
kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.'" (QS. an-Naml: 39)
Sulaiman berdiri dari tempat duduknya setelah satu jam atau dua jam,
namun jin itu berjanji kepadanya untuk menghadirkan singgahsana Balqis
sebelum itu. Istana Sulaiman di Palestina sedangkan istana Balqis
terletak di Yaman. Jarak antara singgahsana tersebut dan singgahsana
Sulaiman lebih dari ribuan juta. Barangkali pesawat yang cepat sekali
pun yang kita kenal hari ini tidak akan mampu membawa dan
mendatangkan istana itu dalam waktu satu jam. Tetapi masalahnya di
sini berhubungan dengan kekuatan jin yang misteri.
Sulaiman tidak mengomentari sedikit pun terhadap apa yang dikatakan
oleh Ifrit dari kalangan jin. Tampak ia menunggu tanggapan lain yang
mampu menghadirkan singgahsana Balqis yang lebih cepat dari itu.
Sulaiman menoleh kepada seseorang di sana yang duduk di atas naungan:
"Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: 'Aku akan
membawa singgahsana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.',
maka tatkala Sulaiman melihat singgahsana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata: 'Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk
mencuba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-
Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) diriku sendiri dan barang siapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS.
an-Naml: 40)
Belum lama seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab menyatakan
kalimatnya sehingga singgahsana itu bercokol di depan Sulaiman. Ia
mampu menghadirkan singgahsana itu lebih cepat atau lebih sedikit dari
kedipan mata ketika mata itu tertutup dan terbuka. Al-Quran al-Karim
tidak menyingkap keperibadian seseorang yang menghadirkan
singgahsana itu. Al-Quran hanya menggaris bahawa orang itu mempunyai
ilmu dari al-Kitab. Al-Quran tidak menjelaskan kepada kita, apakah ia
seorang malaikat atau manusia atau jin. Begitu juga Al-Quran al-Karim
sepertinya menyembunyikan kitab yang dimaksud di mana darinya orang
tersebut mempunyai kemampuan yang luar biasa ini. Al-Quran sengaja
tidak menyingkap hakikat kitab yang dimaksud.
Kita sekarang berhadapan dengan mukjizat yang besar yang terjadi dan
dilakukan seseorang yang duduk di tempat Sulaiman. Yang jelas, Allah
s.w.t menunjukkan mukjizat-Nya, adapun rahsia di balik mukjizat ini,
maka tak seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah s.w.t.
Demikianlah, konteks Al-Quran menyebutkan kisah tersebut untuk
menjelaskan kemampuan Nabi Sulaiman yang luar biasa, yaitu
kemampuan yang menegaskan adanya seseorang alim ini di majlisnya.
Termasuk tindakan fudhul (sok mau tahu) jika orang bertanya siapa yang
memiliki ilmu dari al-Kitab ini: apakah Jibril atau Ashif bin Barkhiya atau
makhluk yang lain. Juga termasuk fudhul jika kita bertanya tentang al-
Kitab ini: apakah orang yang mengetahui isinya menggunakan ismullah al-
A 'dzham (nama Allah s.w.t yang agung) untuk menghadirkan
singgahsana.
Semua pembahasan seputar masalah ini dianggap fudhul. Betapa tidak,
Al-Quran sendiri tidak menerangkan hal itu sehingga rasa-rasanya kita
tidak perlu membahas terlalu jauh. Singgahsana itu tampak di depan
Sulaiman. Perhatikanlah tindakan Nabi Sulaiman setelah adanya mukjizat
ini. Beliau tidak merasa kagum terhadap kemampuannya yang luar biasa;
beliau tidak tercengang dengan kekuatannya; beliau mengembalikan
keutamaan tersebut kepada Penguasa para penguasa (Allah s.w.t) dan
bersyukur kepada-Nya yang telah mengujinya dengan kekuasaan ini agar
ia dapat membuktikan apakah ia bersyukur atau mengingkari. Setelah
Sulaiman bersyukur kepada Penciptanya, ia mulai memperhatikan
singgasana si ratu. Singgasana tersebut merupakan simbol pembangunan
dan kemajuan tetapi tampaknya ia hanya sesuatu yang biasa
dibandingkan dengan kekuasaan dan kebesaran ciptaan yang dibikin oleh
manusia dan jin di kalangan istana Sulaiman. Sulaiman memikirkan dalam
tempo yang lama singgasana Balqis kemudian beliau memerintahkan agar
singgasana itu diperbaiki sehingga saat Balqis datang Sulaiman dapat
mengujinya, apakah Balqis dapat mengenali singgahsananya atau tidak:
Dia berkata: 'Ubahlah baginya singgahsananya;, maka kita akan
melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang
tidak mengenalnya.'" (QS. an-Naml: 41)
Sulaiman memerintahkan agar dibangun istana yang akan digunakan
untuk menyambut Balqis. Sulaiman memilih tempat di laut dan ia
memerintahkan agar dibangun suatu istana di mana sebahagian besarnya
terdiri dari air laut. Sulaiman memerintahkan agar tanah-tanah itu
terbuat dari kaca yang tebal dan kuat sehingga orang yang berjalan di
atas istana itu akan membayangkan bahawa di bawahnya ada ikan-ikan
yang berwarna dan berenang dan ia melihat rumput-rumput laut yang
bergerak.
Akhirnya, selesailah pembangunan istana itu, dan saking bersihnya kaca
yang terbuat darinya tanah kamarnya sehingga tampak di sana tidak ada
kaca. Hud-hud memberitahu Sulaiman bahawa Balqis telah sampai di
dekat kerajaannya. Kemudian Balqis datang. Al-Quran tidak
menyebutkan keadaan Sulaiman saat menyambut Balqis, namun Al-Quran
justru menunjukkan dua sikap Balqis: pertama, bagaimana sikap Balqis
ketika pertama kali melihat singgahsananya yang datang mendahuluinya,
padahal ia telah meninggalkan pengawalnya untuk tetap setia menjaga
singgasana itu; kedua keadaannya di depan tanah istana yang penuh
dengan permata yang berenang di bawahnya ikan-ikan:
"Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: 'Serupa inikah
singgahsanamu?' Dia menjawab: 'Seakan-akan singgasana ini
singgahsanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami
adalah orang-orang yang berserah diri.'" (QS. an-Naml: 42)
Ayat tersebut menggambarkan kondisi dialog antara Sulaiman dan Balqis.
Balqis melihat singgahsananya dan ia tercengang saat mengetahui
bahawa itu adalah singgahsananya, namun ia kemudian mulai ragu kerana
melihat tidak sepenuhnya itu singgahsananya. Jika itu benar-benar
singgahsananya, lalu bagaimana ia datang mendahuluinya dan bila bukan
singgahsananya, maka bagaimana Sulaiman dapat meniru se persis dan se
teliti ini. Sulaiman berkata saat melihat Balqis mengamati
singgahsananya: "Apakah ini singgahsanamu?" Setelah mengalami
kebingungan sesaat Balqis menjawab: "Sepertinya benar." Sulaiman
berkata: "Kami telah diberi ilmu sebelumnya dan kami sebagai orang-
orang Muslim."
Melalui penyataannya itu, Sulaiman ingin mengisyaratkan kepada Balqis
agar ia membandingkan antara keyakinannya berserta ilmu yang
dicapainya dan keyakinan Sulaiman yang Muslim berserta pengetahuan
yang diraihnya. Penyembahan terhadap matahari dan pencapaian ilmu
yang dicapai oleh Balqis tampak tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan ilmu Sulaiman dan keislamannya. Sulaiman telah mendahuluinya
dalam bidang ilmu kerana keislamannya. kerana itu, sangat mudah
baginya untuk mengungguli Balqis dalam ilmu-ilmu yang lain.
Demikianlah yang diisyaratkan pernyataan Sulaiman kepada Balqis. Ratu
Saba' itu mengetahui bahawa ini adalah singgahsananya di mana
singgasana itu datang lebih dahulu daripada dirinya. Beberapa bahagian
dirinya telah diubah. Saat Balqis masih berjalan menuju tempat
Sulaiman, ia berfikir: kemampuan apa yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman?
Balqis tercengang melihat apa yang disaksikannya yang merupakan buah
dari keimanan Sulaiman dan hubungannya dengan Allah s.w.t.
Sebagaimana Balqis tercengang ketika melihat kemajuannya dalam
bidang pembangunan seni dan ilmu, maka ia lebih kagum lagi saat
melihat hubungan yang kuat antara keislaman Sulaiman dan ilmunya
serta kemajuannya:
"Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya
(untuk melahirkan keislamannya) kerana sesungguhnya dia terdahulu
termasuk orang-orang yang kafir." (QS. an-Naml: 43)
Bergoncanglah dalam benak Balqis ribuan hal. Ia melihat keyakinan
kaumnya runtuh di hadapan Sulaiman; ia menyedari matahari yang
disembahnya merupakan ciptaan Allah s.w.t di mana Dia
menggerakkannya untuk hamba-hamba-Nya. Lalu terbitlah matahari
kebenaran pada dirinya. Hatinya diterangi oleh cahaya baru yang tidak
akan tenggelam seperti tenggelamnya matahari. Masa keislamannya
hanya menunggu waktu. Balqis memilih waktu yang tepat untuk
mengumumkan keislamannya. Allah s.w.t berfirman:
"Dikatakan kepadanya: 'Masuklah ke dalam istana.', maka tatkala dia
melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan
disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: 'Sesungguhnya
ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca.' Berkatalah Balqis: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta
alam.'" (QS. an-Naml: 44)
Dikatakan kepada Balqis masuklah ke dalam istana. Ketika ia masuk,
maka ia tidak menyaksikan adanya kaca tetapi ia melihat air sehingga ia
mengira akan bersinggungan dengan air laut lalu ia menyingkap sedikit
bajunya agar bajunya tidak basah. Sulaiman mengingatkannya - tanpa
melihat - agar ia tidak khuatir terhadap pakaiannya kerana pakaiannya
tidak akan basah, sebab di sana tidak ada air. Ia sekadar kaca yang halus
yang saking halusnya hingga ia tidak tampak. Pada kesempatan itulah
Balqis mengumumkan keislamannya. Ia mengakui kelaliman dirinya dan ia
menyatakan penyerahan diri kepada Sulaiman dan kepada Allah s.w.t
Tuhan alam semesta. Lalu kaumnya pun mengikutinya dan mereka
memeluk Islam. Balqis menyedari ia berhadapan dengan penguasa yang
terbesar di bumi dan salah satu Nabi Allah s.w.t yang mulia. Untuk
pertama kalinya wajah Sulaiman tampak dihiasi dengan senyuman yang
menunjukkan kepuasannya sejak Balqis mengunjunginya. Demikianlah,
Sulaiman mewujudkan kejayaannya yang hakiki dan menyebarkan cahaya
Islam di muka bumi.
Al-Quran tidak menyebutkan kisah Balqis setelah keislamannya. Para ahli
tafsir mengatakan bahawa ia menikah dengan Sulaiman. Selain itu, ada
yang mengatakan bahawa ia menikah dengan salah satu orang dekat
Sulaiman. Ada juga yang mengatakan bahawa sebahagian raja Habsyah
adalah keturunan dari buah perkahwinan ini. Kami tidak sependapat
dengan semua itu kerana Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan semua
perincian tersebut. Oleh kerana itu, kami tidak merasa penting untuk
menyelami sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang pun.
Sulaiman hidup di tengah-tengah kejayaan dan kemuliaan di muka bumi,
kemudian Allah s.w.t menetapkan kematian baginya. Sebagaimana
kehidupan Sulaiman berada di puncak kemuliaan dan kejayaan yang
penuh dengan keajaiban yang luar biasa, maka kematiannya pun
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t yang penuh dengan
keajaiban. Demikianlah bahawa kematiannya sesuai dengan
kehidupannya, sesuai dengan kejayaannya. Allah s.w.t berfirman tentang
kematian Sulaiman:
"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada
yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap
yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah
jin bahawa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah
mereka tidak akan tetap dalam seksa yang menghinakan. " (QS. Saba':
14)
Kemampuan Nabi Sulaiman untuk menundukkan jin dan memperkerjakan
mereka serta hubungan mereka dengannya, semua ini menimbulkan
fitnah di tengah-tengah manusia dalam hal tertentu, dan kematian
Sulaiman merupakan batasan (jawapan) terhadap fitnah ini. Kami tidak
mengetahui siapa yang mengklaim bahawa jin mengetahui hal yang
ghaib, apakah itu syaitan yang terkutuk atau jin yang bodoh atau
manusia yang tertipu. Kami tidak mengetahui siapa yang
bertanggungjawab terhadap tersebarnya isu yang keliru ini. Yang kita
ketahui adalah, bahawa hal tersebut tersebar dan mempengaruhi
sebahagian manusia dan jin. Barangkali manusia berkata kepada diri
mereka: Selama jin melakukan perbuatan yang luar biasa ini, maka apa
gerangan yang menjadikan mereka tidak mengetahui hal yang ghaib itu.
Manusia itu lupa bahawa kunci keghaiban berada di tangan Allah s.w.t.
Masalah ilmu ghaib tidak akan mampu dikuasai oleh jin, manusia, para
nabi, dan semua makhluk. Hanya Dia yang mengetahuinya. Allah s.w.t
telah merencanakan bahawa kematian Sulaiman pun bertujuan untuk
menghancurkan pemikiran ini, yaitu pemikiran bahawa jin mengetahui
hal yang ghaib. Jin bekerja untuk Nabi Sulaiman selama beliau hidup,
dan tatkala beliau meninggal, maka tugas mereka menjadi bebas. Nabi
Sulaiman meninggal tanpa diketahui oleh jin sehingga mereka tetap
bekerja untuknya. Mereka tetap mengabdi kepada Sulaiman. Seandainya
mereka mengetahui hal yang ghaib nescaya mereka tidak meneruskan
pekerjaan mereka.
Pada suatu hari Sulaiman memasuki mihrabnya untuk i'tikaf, ibadah, dan
solat. Tak seorang pun berani mengganggu khalwatnya di mihrabnya.
Mihrab Sulaiman terletak di puncak gunung dan dindingnya terbuat dari
permata. Pada suatu hari Sulaiman duduk bersandar pada tongkatnya dan
ia tampak tenggelam dalam tafakur. Beliau berzikir kepada Allah s.w.t
hingga rasa kantuk menguasainya lalu setelah itu malaikat maut
menemuinya di mihrabnya. Sulaiman pun meninggal. Beliau bersandar
kepada tongkatnya. Jin melihatnya dan mengira bahawa beliau sedang
solat sehingga mereka pun terus melanjutkan pekerjaannya.
Berlalulah hari-hari yang panjang. Kemudian datanglah rayap, yaitu
semut kecil yang memakan kayu. Haiwan itu pun mulai memakan tongkat
Sulaiman. Rayap-rayap itu tampak lapar. Sebahagian dari tongkat
Sulaiman dimakan beberapa hari oleh rayap-rayap itu. Ketika yang
dimakannya semakin bertambah, maka tongkat itu pun menjadi rosak
dan jatuh dari tangan Sulaiman. Tubuh mulia itu kehilangan
keseimbangan dan terhempas di bumi. Tatkala tubuh suci itu tersungkur,
maka manusia segera menuju ke sana. Mereka menyedari dan
mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah meninggal dalam waktu yang
lama. Jin menyedari bahawa mereka tidak mengetahui hal yang ghaib
dan manusia pun mengetahui hakikat ini. Seandainya jin mengetahui hal
yang ghaib, nescaya ia tidak akan meneruskan seksa yang hina, mereka
tidak akan bekerja.
Demikianlah Nabi Sulaiman meninggal dalam keadaan duduk dan solat di
mihrabnya. Lalu berita itu tersebar bagaikan api di bumi. Manusia,
burung, dan binatang buas menghantarkan jenazah Nabi Sulaiman.
Sekawanan burung tampak sedih dan menangis. Semua makhluk bersedih.
Akhirnya, tak seorang pun mengetahui bahasa burung di bumi.
Meninggallah seseorang yang memakami pembicaraan burung. Burung-
burung itu berkata: "Betapa beratnva kehidupan di tengah-tengah orang
yang tidak mengetahui pembicaraan kita."
Kisah Nabi Sulaiman dengan Semut
Kisah 1
Kerajaan Nabi Sulaiman AS dikala itu sedang mengalami musim kering
yang begitu
panjang. Lama sudah hujan tidak turun membasahi bumi. Kekeringan
melanda di mana-mana. Baginda Sulaiman AS mulai didatangi oleh
umatnya untuk meminta pertolongan dan memintanya memohon kepada
Allah s.w.t agar menurunkan hujan untuk membasahi kebun-kebun dan
sungai-sungai mereka. Baginda Sulaiman AS kemudian memerintahkan
satu rombongan besar pengikutnya yang terdiri dari bangsa jin dan
manusia berkumpul di lapangan untuk berdoa memohon kepada Allah
s.w.t agar musim kering segera berakhir dan hujan segera turun.
Sesampainya mereka di lapangan Baginda Sulaiman AS melihat seekor
semut kecil
berada di atas sebuah batu. Semut itu berbaring kepanasan dan
kehausan. Baginda
Sulaiman AS kemudian mendengar sang semut mulai berdoa memohon
kepada Allah s.w.t penunai segala hajat seluruh makhluk-Nya. "Ya Allah
pemilik segala khazanah, aku berhajat sepenuhnya kepada-Mu, Aku
berhajat akan air-Mu, tanpa air-Mu ya Allah aku akan kehausan dan kami
semua kekeringan. Ya Allah aku berhajat sepenuhnya pada-Mu akan air-
Mu, kabulkanlah permohonanku", doa sang semut kepada Allah s.w.t.
Mendengar doa si semut maka Baginda Sulaiman AS kemudian segera
memerintahkan rombongannya untuk kembali pulang ke kerajaan sambil
berkata pada mereka, "kita segera pulang, sebentar lagi Allah s.w.t akan
menurunkan hujan-Nya kepada kalian. Allah s.w.t telah mengabulkan
permohonan seekor semut". Kemudian Baginda Nabi Sulaiman dan
rombongannya pulang kembali ke kerajaan.
Kisah 2
Suatu hari Baginda Sulaiman AS sedang berjalan-jalan. Ia melihat seekor
semut sedang berjalan sambil mengangkat sebutir buah kurma. Baginda
Sulaiman AS terus mengamatinya, kemudian beliau memanggil si semut
dan menanyainya, Hai semut kecil untuk apa kurma yang kau bawa itu?.
Si semut menjawab, Ini adalah kurma yang Allah s.w.t berikan kepada ku
sebagai makananku selama satu tahun. Baginda Sulaiman AS kemudian
mengambil sebuah botol lalu ia berkata kepada si semut, Wahai semut ke
marilah engkau, masuklah ke dalam botol ini aku telah membagi dua
kurma ini dan akan aku berikan separuhnya padamu sebagai makananmu
selama satu tahun. Tahun depan aku akan datang lagi untuk melihat
keadaanmu. Si semut taat pada perintah Nabi Sulaiman AS. Setahun telah
berlalu. Baginda Sulaiman AS datang melihat keadaan si semut. Ia
melihat kurma yang diberikan kepada si semut itu tidak banyak
berkurang. Baginda Sulaiman AS bertanya kepada si semut, hai semut
mengapa engkau tidak menghabiskan kurmamu Wahai Nabiullah, aku
selama ini hanya menghisap airnya dan aku banyak berpuasa. Selama ini
Allah s.w.t yang memberikan kepadaku sebutir kurma setiap tahunnya,
akan tetapi kali ini engkau memberiku separuh buah kurma. Aku takut
tahun depan engkau tidak memberiku kurma lagi kerana engkau bukan
Allah Pemberi Rezeki (Ar-Rozak), jawab si semut.
Tempat Ibadah Sulaiman
Tempat ibadah Sulaiman atau Haikal Sulaiman terletak di Ursyilim
(Yarusalem). Ia adalah sentral ibadah kaum Yahudi dan simbol sejarah
kaum Yahudi serta sebagai kebanggaan mereka. Raja Sulaiman telah
membangunnya dan mengeluarkan harta yang tidak sedikit untuk
mendirikannya. Bahkan ia memerlukan seratus delapan puluh ribu
pekerja. Sulaiman telah mendatangkan emas dari Thirsis dan kayu dari
Lebanon dan batu mulia dari Yaman. Setelah tujuh tahun dari
pembangunan yang terus-menerus, Haikal Sulaiman menjadi sempurna.
Saat itu ia menjadi kekaguman dan simbol kejayaan di dunia.
Berulang kali ada usaha untuk menghancurkan bangunan tersebut. Orang-
orang yang tamak dan para penyerang bertujuan untuk merampas harta
benda yang bernilai yang terdapat dalam Haikal Sulaiman. Mereka
merosak sebahagian darinya lalu salah seorang raja berusaha
memperbaikinya kerana saking cintanya kepada orang-orang Yahudi.
Pada kali ini pembangunan tempat beribadah itu membutuhkan waktu
empat puluh enam tahun sehingga ia pun menjadi suatu bangunan yang
besar yang menakjubkan yang dikelilingi oleh tiga pagar besar. Ia terdiri
dari dua halaman besar: yaitu halaman luar dan halaman dalam.
Halaman dalam dibangun di atas tiang-tiang ganda yang terbuat dari
marmar. Sedangkan halaman luar dari tempat ibadah itu meliputi
gerbang-gerbang besar yang ditutup oleh emas dan sepuluh pintu gerbang
dilapisi dengan tembaga Kurnusus. Para raja terus memberikan hadiah
untuk pembangunan dan penyempurnaan tempat ibadah itu sampai akhir
zamannya, sehingga tempat peribadatan itu memuat perbendaharaan
harta yang tidak ternilai.
Tujuan utama dari pembangunan Haikal Sulaiman adalah untuk
menyembah kepada Allah s.w.t di dalamnya. Tempat ibadah itu
merupakan masjid bagi orang-orang yang bertauhid dan orang-orang
mukmin. Tentu keindahan dan kebesarannya tidak dimaksudkan
memalingkan manusia dari menyembah selain Allah s.w.t. Dan barangkali
kebesaran bangunan itu merupakan simbol kekuatan negara dan kekuatan
akidahnya. Namun sesuai dengan perjalanan waktu, mulailah terjadi
perubahan dan penyimpangan. Seharusnya ibadah hanya ditujukan
kepada Allah s.w.t, tiba-tiba kaum berpaling dan malah mengagumi kulit
dan meninggalkan hakikat.
Akhirnya, nasib tempat ibadah itu sama dengan nasib yang dialami
tempat-tempat ibadah lainnya. Haikal Sulaiman adalah simbol tauhid dan
penyembahan kepada Allah s.w.t yang tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian
berlalulah tahun demi tahun sehingga berubahlah haikal itu menjadi
lempengan emas yang mengkilat yang menyembunyikan di bawahnya
kepentingan agama Yahudi.
"Orang-orang Yahudi menodai kesucian tempat ibadah itu dan mereka
melecehkan keindahannya di mana mereka menjadikannya sebagai
pasar, tempat jual-beli. Kemudian tempat itu disesaki oleh para
penjual sapi, kambing, dan merpati hingga tempat itu menjadi kotor
dan berubah menjadi kandang binatang. Di tempat itu terjadi
kegaduhan dan kebisingan di mana orang-orang melakukan transaksi
jual-beli dan menukar wang di situ." (Injil Matta)
Ketika tempat ibadah itu kehilangan hakikatnya dan menjadi pasar
tempat berdagang, Allah s.w.t mengutus orang-orang yang
menghancurkan tempat itu. Allah s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu:
'Sesungguhnya kamu akan membuat kerosakan di muka bumi ini dua
kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan
yang besar. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan)
pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu
hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu
mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang
pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk
mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta
kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu sekelompok yang
lebih besar. Jika kamu berbuat baik (bererti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-
muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-
musuhmu memasukinya pada kali pertama dan membinasakan
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan
Tuhanmu akan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu; dan kiranya
kamu kembali kepada (kederhakaan), nescaya Kami kembali
(mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang-
orang yang tidak beriman." (QS. al-Isra': 4-8)
Ayat-ayat tersebut menunjukkan tentang hukum azali yang tidak pernah
berubah pada kehidupan bangsa dan umat di mana umat itu akan tampak
kuat selama mereka berpegangan dengan tali Allah s.w.t dan ketika
mereka meninggalkan hakikat kekuatan. iaitu kekuatan yang bersandar
kepada Allah s.w.t dan mereka memilih menyembah selain-Nya dan
menjadikan dunia sebagai tujuan hidup mereka, maka ketika ini terjadi,
Allah s.w.t akan mengutus kepada mereka orang-orang yang
menghancurkan mereka.
Para mufasir menyebutkan bagaimana terjadinya peristiwa penghancuran
Haikal Sulaiman dan penghancuran Baitul Maqdis. Mereka mengatakan:
"Allah s.w.t mewahyukan kepada salah seorang nabi dari kalangan Bani
Israil yang bernama Armiya ketika muncul berbagai kemaksiatan di
tengah-tengah mereka, hendaklah engkau menyampaikan kepada
kaummu dan beritahukan kepada mereka bahawa mereka memiliki hati
tetapi mereka tidak mengerti; mereka memiliki mata tetapi mereka
tidak melihat; dan mereka memiliki telinga tetapi mereka tidak
mendengar.
Kemudian nabi itu menerima wahyu dan ia diperintahkan untuk bertanya
kepada Bani Israil, apakah salah seorang mereka merasa gembira ketika
bermaksiat kepada Allah s.w.t, dan apakah seseorang merasa sedih dan
gelisah ketika taat kepada Allah s.w.t. Haiwan biasanya ingat kepada
tempat asalnya dan kembali kepadanya, sedangkan kaum itu justru
meninggalkan asal-muasal mereka yang hakiki, yaitu hakikat tauhid.
Jadi, sebenarnya mereka lebih jahat dari binatang."
Demikianlah kalimat-kalimat Ilahi disampaikan di tengah-tengah para
pendeta dan para penguasa, namun para pendeta justru membuat tuhan
lain selain Allah s.w.t dan mereka menggiring manusia untuk menyembah
sesama manusia. Adapun para penguasa, mereka membangkang pada
nikmat Allah s.w.t dan merasa tenang dengan azab Allah s.w.t yang
dahsyat. Mereka tertipu dengan dunia. Mereka mencampakkan Kitab
Allah s.w.t dan melupakan janji-Nya. Mereka mengubah-ubah Kitab Allah
s.w.t (Taurat). Mereka menciptakan kebohongan kepada para rasul-Nya
dan membunuh mereka tanpa alasan yang benar.
Sedangkan para fuqaha dan orang-orang cerdik, mereka mempelajari
sesuatu sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka mengambil
sebahagian Kitab dan meninggalkan sebahagiannya. Mereka mendukung
para penguasa yang lalim yang membuat penyelewengan dalam agama.
Mereka justru mentaati penguasa itu meskipun benar-benar bermaksiat
kepada Allah s.w.t. Mereka membatalkan perjanjian dengan Allah s.w.t.
Sementara itu, anak-anak nabi, maka mereka menjadi orang-orang yang
kalah. mereka berharap agar Allah s.w.t menolong mereka seperti ayah-
ayah mereka ditolong. Mereka tidak ingat bagaimana sikap wara' ayah-
ayah mereka dan bagaimana mereka mencurahkan usaha mereka, bahkan
darah mereka tertumpah tetapi mereka sabar dan mereka tetap percaya
kepada janji Allah s.w.t, sehingga Dia memuliakan agamanya dan
memenangkan mereka.
Demikianlah Armiya terus menyiarkan berita tentang kebenaran dan
mengingatkan kaumnya dan memberi mereka kesempatan terakhir untuk
bangkit dan kembali pada agama tauhid. Kalau tidak, Allah s.w.t akan
mengutus kepada mereka seorang penguasa yang bengis di mana
pasukannya bagaikan sekawanan awan yang akan menghancurkan
bangunan-bangunan yang mereka bangun dan akan meninggalkan desa
yang mereka huni dalam keadaan yang mengerikan. Ibnu Katsir berkata
dengan menukil apa yang dinyatakan oleh Ibnu Asakir:
"Duhai Ilya dan penghuninya, bagaimana mereka dihinakan dengan
pembunuhan dan mereka menjadi tawanan-tawanan yang hina, tempat-
tempat istana mereka yang mengagumkan menjadi tempat-tempat
tinggalnya haiwan-haiwan buas. Aku akan menghancurkan mereka dengan
berbagai azab. Jika langit menurunkan hujan di atas bumi, maka bumi
tidak akan tumbuh. Bila tumbuh suatu tumbuhan di bumi, maka itu
adalah sebagai rahmat-Ku terhadap binatang-binatang. Jika mereka
menanam sesuatu, maka tanaman mereka akan dikuasai oleh hama dan
jika ada tumbuhan yang selamat darinya, maka Aku akan cabut darinya
keberkahan, dan jika mereka berdoa Aku tidak akan mengabulkan dan
jika mereka meminta, maka Aku tidak akan memberi dan jika mereka
menangis, maka aku tidak akan menyayangi, dan jika mereka berusaha
bersikap rendah diri, maka Aku akan memalingkan wajah-Ku dari
mereka."
Ilya menyampaikan kepada kaumnya tentang azab Allah s.w.t yang akan
meliputi segala sesuatu, namun orang-orang Yahudi menyambut
dakwahnya dengan kebohongan dan kemaksiatan dan mereka
menuduhnya dengan kebohongan.
Mereka berkata kepadanya, "Bagaimana engkau berbohong dan mengaku
bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan bumi-Nya dan masjid-masjid-
Nya lalu siapa yang akan menyembah-Nya jika tidak ada seorang pun di
muka bumi yang menyembah-Nya, juga tidak ada masjid dan tidak ada
Kitab. Sungguh engkau telah gila wahai Ilya." Akhirnya pertentangan
antara Ilya dan kaumnya berakhir pada pemenjaraannya. Pada saat yang
sama, datanglah pasukan Bakhtansir menuju mereka. Orang-orang Yahudi
terkejut ketika mendengar suara derap kaki kuda dan suara panah-panah
yang melayang dan bau kebakaran. Pasukan itu memasuki desa-desa dan
kota-kota. Mereka mengelilingi segenap penjuru kota dan desa.
Pemimpin pasukan itu menyerbu orang-orang Yahudi dan menghancurkan
mereka: sepertiga dibunuh, sepertiga ditawan, sementara wanita-wanita
tua dan lelaki-lelaki tua dibiarkan hidup.
Baitul Maqdis dihancurkan dan tempat ibadah itu pun hancur. Orang-
orang laki-laki dibunuh dan benteng-benteng kukuh pun dibakar, bahkan
ulama-ulamanya dan fuqaha-fuqahanya dibunuh dan tak seorang pun
hidup di antara mereka. Rumah-rumah orang-orang Yahudi tidak lagi
dihuni kecuali oleh burung hantu dan binatang buas. Lalu sebahagian
orang-orang Yahudi dari Bani Israil meninggalkan tempat itu dan tempat
itu pun menjadi tempat yang tandus untuk waktu yang lama sehingga
Allah s.w.t mengizinkan kepada sebahagian cucu dari kaum itu untuk
kembali dan mereka pun kembali.
Selama terjadi peristiwa yang berdarah tersebut, Uzair tidur dan dialah
satu-satunya yang menjaga Taurat.