"Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka (Yakub),
mereka berkata: 'Wahai ayah kami, kami tidak akan mendapat
sukatan (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu
biarkanlah saudara kami pergi bersama-sama kami supaya kami
mendapat sukatan, dan sesungguhnya kami benar-benar akan
menjaganya.' Berkatalah Yakub: 'Bagaimana aku akan
mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah
mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?.' Maka
Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di
antara para penyayang.' Tatkala mereka membuka barang-barangnya,
mereka menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka,
dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: Wahai ayah kami apa
lagi yang kita inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada
kita, dan kami akan dapat memberi makan keluarga kami, dan kami
akan dapat memelihara saudara kami, dan kami akan mendapat
tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah
sukatan yang mudah (bagi raja Mesir). Yakub berkata: 'Aku sekali-kali
tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum
kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah,
bahawa kamu pasti akan akan membawanya kembali kepadaku,
kecuali jika kamu dikepung musuh.' Tatkala mereka memberikan
janji mereka, maka Yakub berkata: 'Allah adalah saksi terhadap apa
yang kita ucapkan (ini).' Dan Yakub berkata: 'Hai anak-anakku,
janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan
masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian
aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir)
Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-
Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang
yang bertawakal berserah diri.' Dan tatkala mereka masuk menurut
yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan
itu) tiadalah melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, akan
tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Yakub yang telah
ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan,
kerana Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahui." (QS. Yusuf: 63-68)
Kali ini saudara-saudara Yusuf yang sebelas orang itu kembali lagi:
"Dan tatkala mereka masuk he (tempat) Yusuf membawa saudaranya
(Bunyamin) ke tempatnya, Yusuf berkata: 'Sesungguhnya aku (ini)
adalah saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.'" (QS. Yusuf: 69)
Konteks Al-Qur'an mengarah ke keadaan Yusuf di mana beliau melindungi
saudaranya dan menunjukkan padanya rahsia kekerabatannya. Tentu hal
ini tidak terjadi saat saudara-saudara Yusuf masuk menemuinya kerana
jika demikian nescaya mereka akan mengetahui hubungan kekerabatan
Yusuf. Hal ini terjadi dalam ketersembunyian sehingga saudara-
saudaranya tidak mengetahui. Tapi konteks ayat tersebut yang sangat
mengagumkan, sengaja berpindah pada keadaan pertama yang dialami
Yusuf di mana beliau tampak khawatir saat mereka masuk menemuinya
dan saat beliau melihat saudaranya. Demikianlah, Al-Qur'an
menjadikannya sebagai tugas pertama kerana ia merupakan sesuatu yang
pertama kali terlintas dalam hati Yusuf. Ini termasuk ungkapan yang
dalam yang terdapat pada Kitab yang agung ini. Ayat tersebut juga tidak
menyinggung masa perjamuan dan apa yang terjadi saat itu antara Yusuf
dan saudara-saudaranya. Ia justru mengungkapkan peristiwa saat mereka
meninggalkan tempat itu. Yusuf merencanakan sesuatu terhadap
saudara-saudaranya. Yusuf ingin agar saudaranya yang kecil tetap
bersamanya. Yusuf mengetahui bahawa usahanya untuk menahan
saudaranya akan menimbulkan kesedihan buat ayahnya, dan barangkali
kesedihan-kesedihan baru akan menumpuki kesedihan-kesedihan si ayah.
Mungkin saja peristiwa ini akan mengingatkannya tentang hilangnya
Yusuf.
Yusuf mengetahui semua itu. Beliau memandangi saudaranya. Dan tidak
ada alasan kuat untuk menahannya. Kerana itu, mengapa ia harus
menahan saudaranya dengan cara demikian? Al-Qur'an menyinggung
rahsia tersebut, yaitu bahawa Yusuf bergerak di bawah bimbingan wahyu
Ilahi. Allah s.w.t menginginkan agar Yakub menerima ujian dan menjalani
puncak dari penderitaan, sehingga ketika beliau mampu melalui berbagai
penderitaan dan bersabar atasnya, maka Allah s.w.t akan mengembalikan
padanya kedua puteranya, dan akan mengembalikan juga matanya yang
buta.
Rencana Yusuf sudah matang. Yusuf memerintahkan para pengawalnya
untuk meletakkan gelas raja yang terbuat dari emas di tempat
penyimpanan yang dibawa saudaranya secara rahsia. Gelas itu digunakan
sebagai alat untuk menimbang gandum di mana gelas tersebut tentu
sangat mahal kerana ia terbuat dari emas murni. Akhirnya, gelas tersebut
disembunyikan dalam barang bawaan saudaranya. Saudara-saudara Yusuf
bersiap-siap untuk pergi dan bersama mereka saudara mereka yang kecil.
Kemudian pintu kota pun ditutup dan tiba-tiba berteriaklah seseorang:
"Hai kafilah, kalian adalah pencuri."
Teriakan tentera tersebut menghentikan langkah semua kafilah. Kini,
mereka semua menjadi tertuduh. Orang-orang berdatangan dan bersama
mereka saudara-saudara Yusuf. "Barang apa yang hilang dari kamu?"
tanya saudara-saudara Yusuf. Para tentera itu menjawab: "Kami
kehilangan gelas milik raja yang terbuat dari emas. Barang siapa yang
mampu mendatangkannya dan menemukannya, maka kami akan
memberikan balasan. Kami akan memberikannya makanan yang dimuat
oleh unta."
Saudara-saudara bukanlah orang-orang yang mencuri. Para petugas
keamanan Yusuf berkata (sebelumnya mereka telah mendapatkan
pengarahan dari Yusuf): "Hukuman apa yang kalian inginkan bagi seorang
pencuri?" Saudara-saudara Yusuf berkata: "Dalam peraturan kami,
bahawa orang yang mencuri akan menjadi budak bagi orang yang
kehilangan barangnya." Petugas keamanan itu berkata: "Kami akan
menerapkan peraturan kalian. Kami tidak menggunakan undang-undang
Mesir yang menegaskan untuk memenjarakan orang yang mencuri."
Tawaran ini tentu sebagai tipu daya dan rencana jitu dari Allah s.w.t di
mana Yusuf diberi ilham untuk membicarakan hal itu pada petugas
keamanannya. Seandainya kalau bukan kerana rencana Ilahi ini, nescaya
Yusuf tidak akan dapat mengambil saudaranya. Agama raja atau
peraturannya tidak memutuskan untuk menjadikan budak orang yang
mencuri.
Salah seorang kepala keamanan berkata: "Mulailah kalian memeriksa."
Yusuf memperhatikan semua ini dari sanggahannya. Ia telah
menyerahkan perintahnya kepada petugas keamanan untuk pertama-
tama memeriksa saudara-saudaranya dan hendaklah mereka tidak
mengeluarkan gelas raja kecuali pada pemeriksaaan yang terakhir.
Kemudian selesailah pemeriksaan saudara yang pertama, saudara yang
kedua sampai saudara yang kesepuluh. Dan mereka tidak menemukan
barang yang dimaksud. Saudara-saudara Yusuf merasa aman bahawa
mereka terlepas dari tuduhan mencuri. Mereka mulai menarik nafas lega
dan mereka berkata bahawa semua di antara kami telah diperiksa kecuali
saudara kami yang kecil. Yusuf berkata—kali ini beliau turut campur—: "Ia
tidak perlu diperiksa." Tampaknya ia bukan seorang pencuri.
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Kami tidak akan meninggalkan tempat
ini kecuali setelah barang bawaannya diperiksa. Ini harus dilakukan agar
hati kami menjadi tenang begitu juga hati kalian. Sungguh kami adalah
anak-anak dari seorang tua yang baik dan kami bukanlah pencuri."
Akhirnya, petugas keamanan pun memeriksa barang bawaan saudaranya,
dan tiba-tiba mereka mengeluarkan gelas raja dari dalamnya. Dan sesuai
peraturan yang ditetapkan oleh mereka, saudara Yusuf menjadi budak
baginya. Saudara-saudara Yusuf yang merasa tenang dan selamat dari
tuduhan, kini mereka mulai mencela saudara kandung Yusuf. Mereka
berkata: "Jika
ia mencuri, maka saudaranya yang dulu pun juga mencuri." Yusuf
mendengarkan tuduhan mereka padanya dan beliau menampakkan
kesedihan yang dalam. Yusuf menyembunyikan kesedihannya dalam
dirinya dan tidak menampakkan perasaannya.
Yusuf berkata dalam dirinya: "Sesungguhnya sifat-sifat kalian lebih buruk,
dan Allah s.w.t mengetahui apa yang kalian nyatakan itu." Beliau ingin
mengatakan: "Dengan tuduhan ini, kalian justru menambah keburukan
kalian di sisi Allah s.w.t daripada si tertuduh kerana kalian menuduh
seseorang yang sebenarnya terlepas dari tuduhan dan Allah s.w.t
mengetahui hakikat yang kalian katakan." Kemudian terjadilah
keheningan setelah komentar saudara-saudara yang terakhir. Kemudian
hilanglah perasaan selamat dan mereka mulai mengingat Yakub.
Bukankah mereka telah menjalin suatu perjanjian besar dengannya agar
mereka tidak berlaku aniaya terhadap anaknya? Mereka mulai merengek-
rengek dan mencuba mendapat belas kasih dari Yusuf: "Wahai seorang
yang mulia, wahai raja, sungguh ia mempunyai ayah yang sudah tua,
maka ambillah salah seorang dari kami sebagai gantinya. Sungguh kami
melihatmu sebagai seorang yang baik."
Yusuf berkata dengan penuh ketenangan: "Bagaimana kalian ingin agar
kami melepaskan seseorang yang kami temukan gelas raja di tempatnya,
lalu kalian meminta seseorang yang lain sebagai gantinya? Ini adalah
tindakan yang lalim dan kami tidak akan berbuat lalim." Saudara-saudara
Yusuf berusaha untuk terus meminta belas kasihnya tetapi petugas
keamanan dan para tentera meyakinkan mereka bahawa pemimpin Mesir,
Yusuf yang jujur, telah berbicara dan mengeluarkan perintah. Kerana itu,
hendaklah mereka pergi dan meninggalkan saudara mereka
sebagai budak di sisinya.
Kemudian saudara-saudara Yusuf mulai bergerak. Mereka tidak
mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat menghadapi musibah
yang baru ini, dan bagaimana mereka akan menghadapi ayah mereka dan
menceritakan padanya apa yang terjadi. Salah seorang saudara yang
paling tua duduk di atas tanah dan berkata: "Aku tidak akan bergerak dari
tempatku. Kalian telah berbuat aniaya terhadap Yusuf sebelumnya, dan
sekarang kalian berbuat aniaya terhadap saudaranya. Pulanglah kalian
pada ayah kalian tanpa aku dan ceritakan padanya apa yang terjadi.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka,
Yusuf memasukan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya.
Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: 'Hai kafilah,
sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri.' Mereka
menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: 'Barang
apakah yang hilang dari kamu?' Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami
kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya.' Saudara-saudara Yusuf menjawab: 'Demi
Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahawa kami datang bukan
untuk membuat kerosakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para
pencuri.' Mereka berkata: 'Tetapi apa balasannya jika kamu betul-
betul pendusta?' Mereka menjawab: 'Balasannya, ialah pada siapa
diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia
sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah kami memberi
pembalasan kepada orang-orang yang zalim.' Maka mulailah Yusuf
(memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung
saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari
karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud)
Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut
undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan
darjat orang yang Kami kehendaki: Dan di atas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Mereka berkata:
'Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula
saudaranya sebelum itu.' Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan
itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia
berkata (dalam hatinya): 'Kamu lebih buruk dari kedudukanmu (sifat-
sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan itu.
Mereka berkata: 'Wahai al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah
yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang di
antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu
termasuk orang-orang yang berbuat baik.' Berkata Yusuf: 'Aku mohon
perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang, kecuali orang
yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat
demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang zalim.' Maka
tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka
menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang
tertua di antara mereka:
'Tidakkah kamu ketahui bahawa sesungguhnya ayahmu telah
mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu
telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan
negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali)
atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim
yang sebaik-baiknya.'" (QS. Yusuf: 70-80)
Saudara-saudara Yusuf menetapkan akan kembali tanpa saudara kandung
mereka yang paling besar dan tanpa saudara kandung mereka yang paling
kecil. Mereka masuk menemui ayahnya dan berkata: "Wahai ayahku,
anakmu benar-benar mencuri." Dengan penuh kehairanan ayahnya
bertanya, seakan-akan ia mendustakan apa yang didengarnya: "Apa yang
kalian katakan?" Mereka menceritakan apa yang telah terjadi. Mereka
memberitahukan kepadanya bahawa mereka mengatakan apa yang
benar-benar mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Kalau
ayah mereka ragu, hendaklah ia bertanya kepada orang-orang yang
bersama mereka di Mesir, dan hendaklah ia bertanya kepada kafilah yang
datang bersama mereka. Kali ini mereka benar. Terdapat banyak saksi
yang mendukung mereka.
Nabi Yakub berusaha mendengar apa yang mereka katakan dan dengan
kesedihan yang diliputi dengan kesabaran dan mata yang menangis beliau
berkata: "Hanya dirimu sendiri yang memandang baik perbuatan yang
buruk itu. Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Mudah-mudahan
Allah s.w.t mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dia
Maria Mengetahui dan Maha Bijaksana." Yakub tidak percaya kepada
mereka kerana mereka sebelumnya telah berbuat kelaliman. Akhirnya,
Yakub mulai merasakan kesepian. Ia hidup tanpa ditemani puteranya
yang lebih dicintainya daripada saudara-saudaranya yang lain. Yakub
adalah seorang yang sudah tua dan di masa tuanya Allah s.w.t
mengujinya dengan kesepian dan kesendirian tetapi Yakub telah
mewasiatkan kesabaran dalam dirinya dan bertawakal kepada Allah
s.w.t. Yakub telah berusaha menerapkan kesabaran yang indah tanpa
mengadukan apa yang dialaminya kepada seseorang pun selain Allah
s.w.t. Beliau hanya mengharap kebaikan kepada Allah s.w.t dan berharap
kepada-Nya untuk mendatangkan semua anak-anaknya. Sesungguhnya
Allah s.w.t mengetahui keadaannya dan Dia Maha Bijaksana, Maha
Penyayang, dan Maha Pengasih terhadap hamba-Nya.
Nabi Yakub pergi dan kembali ke kamarnya. Mendengar peristiwa
tersebut, beliau kembali terkenang dengan peristiwa lamanya berkenaan
dengan anaknya Yusuf. Ia mulai merenung sambil berkata: "Aduhai duka
citaku terhadap Yusuf." Keluarlah dalam hatinya suatu kegoncangan cinta
yang dalam lalu kedua matanya dipenuhi dengan air mata yang banyak
yang semakin menambah kesedihannya. Allah s.w.t memberitahukan
kepada kita tentang dialog yang terjadi antara saudara-saudara Yusuf dan
ayah mereka dalam firman-Nya:
"Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah: 'Wahai ayah kami!
Sesungguhnya anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan
apa yang kami ketahui dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga
(mengetahui) barang yang ghaib. Dan tanyalah (penduduk) negeri
yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya,
dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar. Yakub
berkata: 'Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan
(yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).
Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku;
sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui. 'Dan Yakub berpaling
dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: 'Aduhai duka citaku
terhadap Yusuf,' dan kedua matanya menjadi putih kerana kesedihan
dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-
anaknya). " (QS. Yusuf: 81-84)
Tangisan yang cukup lama itu menjadikan beliau kehilangan matanya
atau menyerupai sesuatu yang menampakkan kehilangan matanya.
Adakah orang yang mengatakan: "Apakah mungkin seorang nabi menangis
seperti ini? Tidakkah menangis justru menampakkan keputusasaan?"
Untuk menjawab kegelisahan orang yang bertanya demikian, kami
katakan: "para nabi adalah manusia yang memiliki perasaan yang paling
besar dan paling sensitif terhadap penderitaan. Tangisan itu sendiri
merupakan bentuk dan tingkatan dari cinta. Juga merupakan bentuk
pengaduan kepada Allah s.w.t. Yakub menangis kerana beliau adalah
seseorang yang memiliki jiwa yang besar. Beliau tidak menangis di
hadapan seseorang pun. Tangisan beliau sekadar pengaduan kepada Allah
s.w.t yang tiada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah s.w.t.
Tangisan tersebut tidak difahami oleh anak-anaknya di mana mereka
menyerang sisi kemanusiaannya yang dalam dengan menasihatinya agar
berhenti menangis dan kalau tidak, kata mereka, ia akan menghancurkan
dirinya sendiri."
"Mereka berkata: ,Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf,
sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk
orang-orang yang binasa.'" Yakub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah
kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS.
Yusuf: 85-86)
Nabi Yakub menjawab perkataan anak-anaknya itu dan beliau berusaha
menunjukkan alasan dan hakikat dari tangisannya. Beliau mengadukan
persoalan-persoalannya kepada Allah s.w.t kerana Dia Maha Mengetahui
terhadap banyak hal yang tidak mereka ketahui. Beliau meminta kepada
mereka agar membiarkannya menangis dan menganjurkan mereka untuk
melakukan hal lebih bermanfaat bagi mereka.
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir. " (QS. Yusuf: 87)
Di tengah-tengah kesedihannya yang dalam, beliau menyingkapkan
harapannya akan rahmat Allah s.w.t. Beliau mengetahui melalui ilham
yang didapatinya bahawa Yusuf tidak mati. Oleh kerana itu, hendaklah
saudara-saudara Yusuf pergi mencarinya, dan hendaklah dalam
mencarinya mereka benar-benar berharap kepada Allah s.w.t. Kafilah
bergerak dan menuju ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf berjalan menuju
ke al-Aziz. Keadaan perekonomian mereka sedang merosot tajam dan
begitu juga suasana kejiwaaan mereka, kefakiran mereka, kesedihan
ayah mereka, dan penderitaan yang mengiringi mereka sangat
meruntuhkan kekuatan mereka. Kini mereka menemui Yusuf dan mereka
membawa harta benda yang sangat sederhana dan hina. Mereka datang
dengan membawa sesuatu yang memiliki harga sangat minimum atau
sedikit. Allah s.w.t berfirman:
"Maka ketika mereka masuk (ke tempat) Yusuf, mereka berkata: 'Hai
al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami
datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka
sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada
kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada arang-orang yang
bersedekah." (QS. Yusuf: 88)
Akhirnya, mereka terpaksa meminta-minta. Mereka meminta kepada
Yusuf agar sudi kiranya bersedekah untuk mereka dan menunjukkan belas
kasihnya kepada mereka dengan mengingatkan bahawa Allah s.w.t akan
membalas orang-orang yang bersedekah. Di tengah-tengah kehinaan
mereka dan kemerosotan mereka, Yusuf berbicara dengan bahasa mereka
tanpa perantara seorang penterjemah:
"Yusuf berkata: 'Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah
kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak
mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?' Mereka berkata: 'Apakah kamu ini
benar-benar Yusuf?' Yusuf menjawab: 'Akulah Yusuf dan ini saudaraku,
sesungguhnya Allah telah melimpahkan kurnia-Nya kepada kami.'
Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka
sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik.' Mereka berkata:
'Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami,
dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'"
(QS. Yusuf: 89-91)
Dialog tersebut menyentuh ungkapan-ungkapan yang sangat dalam yang
ada pada jiwa mereka. Penguasa Mesir mengagetkan mereka dengan
bertanya seputar apa yang telah mereka lakukan terhadap Yusuf. Nabi
Yusuf berbicara dengan bahasa mereka sehingga mereka mengetahui
bahawa ia benar-benar Yusuf. Kemudian dialog itu semakin berkembang
sehingga terungkaplah kesalahan mereka di hadapannya. Mereka telah
membuat tipu daya pada Yusuf tetapi Allah s.w.t memenangkan urusan-
Nya. Setelah berlalu tahun demi tahun, maka tersingkaplah tipu daya
mereka. Dan Allah s.w.t memenangkan rencana-Nya dengan cara yang
sangat elegan. Masuknya Yusuf dalam perigi merupakan awal dari
kebangkitan untuk menduduki kerusi istana dan kekuasaan, dan jauhnya
beliau dari ayahnya justru menjadi sebab bertambahnya cinta Yakub
kepadanya. Ini adalah tabir yang tersingkap di depan mereka.
Kali ini, Nabi Yusuf justru benar-benar menjadi tumpuan harapan
mereka. Mereka menutup dialog mereka bersamanya dengan
mengatakan: "Demi Allah, sesungguhnya Allah s.w.t telah melebihkan
kamu atas kami, dan kami adalah orang-orang yang bersalah." Pengakuan
mereka terhadap kesalahan yang mereka lakukan di sisi lain justru
menyembunyikan kekhuatiran pada diri mereka. Mungkin mereka berfikir
bahawa Yusuf akan melakukan balas dendam kepada mereka sehingga
tubuh mereka tampak gementar. Melihat hal yang demikian itu, Yusuf
menenangkan mereka dengan ucapannya:
"Dia (Yusuf) berkata: 'Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu,
mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia Maha Penyayang
di antara para penyayang. " (QS. Yusuf: 92)
Tidak ada balas dendam, tidak ada celaan, dan tidak ada kebencian.
Yusuf tidak mengatakan bahawa aku akan memaafkan kalian atau aku
mengampuni kalian, tetapi ia berdoa kepada Allah s.w.t agar Dia
mengampuni mereka. Ini mengisyaratkan bahawa beliau mengampuni
mereka. Nabi Yusuf berdoa kepada Allah s.w.t agar Dia mengampuni
mereka dan tentu doa seorang nabi akan dikabulkan. Ini adalah sikap
toleransi beliau yang sangat terpuji. Ini adalah contoh terbaik dari sikap
toleran. Setelah itu, Nabi Yusuf mengalihkan pembicaraan kepada
ayahnya. Beliau mengetahui bahawa mata ayahnya sudah memutih
kerana saking sedihnya. Beliau mengetahui bahawa ayahnya tidak mampu
lagi melihat. Beliau merasakan penderitaaan ayahnya sehingga beliau
melepas bajunya dan memberikannya kepada mereka:
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah
ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah
keluargamu semuanya kepadaku." (QS. Yusuf: 93)
Kafilah kembali ke Palestina. Akhirnya, peristiwa di Mesir berpindah ke
tanah Palestina. Kita sekarang berada di rumah Nabi Yakub. Lelaki itu
duduk di kamarnya dalam keadaan kedua matanya memutih. Tiba-tiba
laki-laki itu bangkit dan tampaklah perubahan drastik pada wajahnya. Ia
menggantikan pakaiannya dan keluar menemui isteri-isteri anak-anaknya.
Ia berhenti di tengah-tengah rumah dan mengangkat kepalanya ke langit
lalu menghirup udara dengan kuat. Dadanya dipenuhi dengan hembusan
angin yang datang dari Mesir. kemudian ia kembali ke kamarnya. Salah
seorang isteri anak yang paling besar berkata kepada isteri-isteri anak-
anak yang lain: "Sungguh Yakub hari ini keluar dari kamarnya tidak
seperti biasanya. Kami merasakan ada sesuatu yang lain. Yakub
meninggalkan persembunyiannya dan berdiri di depan halaman rumah. Ia
melihat ke langit padahal ia buta, dan bagaimana ia melihat ke langit?
Aku tidak tahu. Tetapi aku bersumpah, aku telah melihat senyum yang
menghiasi wajahnya."
Isteri-isteri dan anak laki-laki yang lain bertanya dalam keadaan
kehairanan: "Kamu mengatakan bahawa ia memakai baju yang baru dan
kamu mengatakan bahawa dia tersenyum?" Wanita-wanita itu segera
menuju Nabi Yakub dan tampak senyuman masih menghiasi wajahnya.
Apakah yang dilihat oleh wanita-wanita itu suatu imaginasi? Wanita-
wanita itu bertanya kepadanya: "Apa yang kamu rasakan, wahai seorang
yang mulia?" Lelaki tua itu menjawab: "Aku mencium bau Yusuf."
Mendengar jawapan itu, para wanita menggerutu. Lalu Yakub
menambahkan: "Sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal, tentu
kamu membenarkan aku."
Isteri-isteri dan anak laki-laki itu meninggalkan Yakub dan kemudian
terjadilah dialog-dialog lanjutan antara sesama mereka: "Lelaki tua itu
tidak memiliki harapan. Tangisannya atas Yusuf akan
menghancurkannya," kata sebahagian mereka. "Apakah ia berbicara
tentang pakaiannya?" "Aku tidak tahu, ia hanya berkata bahawa ia
mencium bau Yusuf," jawab yang lain. "Engkau mengatakan bahawa ia
mengganti pakaiannya?," tanya sebahagian mereka. "Barangkali ia gila,
hanya orang yang gila yang menceritakan sesuatu yang tidak ada,"
sambung yang lain. Pada hari itu Yakub meminta segelas susu. Ia
berpuasa dan berbuka dengannya, lalu untuk pertama kalinya ia meminta
makanan dan tidak menolaknya.
Datanglah waktu petang dan ia menggantikan pakaiannya dengan agak
lambat. Kafilah berjalan dengan membawa pakaian Yusuf. Pakaian itu
disembunyikan di bawah gandum. Pakaian itu bercampur dengan embun-
embun kebun dan bau tanah yang baik dan minyak wangi Nabi Yusuf
serta kehangatan matahari yang mematangkan gandum. Kafilah mulai
mendekat ke desa lelaki tua itu. Lelaki itu berputar-putar di kamarnya.
Ia tampak sibuk solat dan mengangkat kedua tangannya ke langit
kemudian ia mulai mencium udara dan menangis. Ia membayangkan
pakaian Yusuf yang sedang menuju padanya:
"Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah
mereka: 'Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu
tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).
Keluarganya berkata: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam
kekeliruanmu yang dahulu.' Tatkala telah tiba pembawa khabar
gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Yakub, lalu
kembalilah dia dapat melihat. Berkata Yakub: Tidakkah aku katakan
kepadamu, bahawa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak
mengetahuinya.' Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, mohonkanlah
ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS. Yusuf: 94-97)
Inilah fasa terakhir dari kisah Nabi Yusuf di mana kisahnya dimulai
dengan mimpi dan di episod terakhirnya menyebutkan takwil mimpinya:
"Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu
bapaknya dan dia berkata: 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya-Allah
dalam keadaan aman." Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas
singgahsana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud
kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: 'Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku
yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu
kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku,
ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa
kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merosakkan (hubungan)
antaraku dan saudara-saudaraku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui. " (QS. Yusuf: 99-100)
Perhatikanlah apa yang dilakukannya saat mimpinya terwujud, beliau
berdoa kepada Tuhannya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku
sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi,
Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku
dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang
soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Itu hanya satu doa: "wafatkanlah aku sebagai seorang Muslim." Kita tidak
ingin meninggalkan kisah Nabi Yusuf putera Nabi Yakub yang mulia
sebelum kita memperhatikan poin penting di bawah ini:
Dalam kisah Nabi Ibrahim, cinta naluriah terhadap Ismail, anaknya,
dicabut darinya, sehingga hatinya benar-benar dipenuhi dengan cinta
yang murni untuk Allah s.w.t semata. Dan ketika persoalan tersebut
terwujud, maka perintah untuk menyembelih anaknya dibatalkan dan
kemudian datanglah tebusan dari Allah s.w.t. Dalam hal ini terdapat
kesamaan dengan apa yang terjadi pada Nabi Yakub di mana Yakub
sangat mencintai Yusuf kemudian ia diuji dengan hilangnya Yusuf, dan
ketika hatinya murni untuk Allah s.w.t tanpa ada kecemburuan kepada
Yusuf dan saudaranya, Allah mengembalikan kedua anaknya kepadanya.
Pengajaran yang didapati dari kisah Nabi Yusuf A.S.
Banyak ajaran dan kisah yang dapat dipetik dari Kisah Nabi Yusuf yang
penuh dengan pengalaman hidup yang kontroversi itu. Di antaranya ialah
:~ bahawasanya penderitaan seseorang yang nampaknya merupakan
suatu musibah dan bencana, pada hakikatnya dalam banyak hal bahkan
merupakan rahmat dan bar akah yang masih terselubung bagi
penderitaannya. Kerana selalunya bahawa penderitaan yang di
anggapkan itu suatu musibah adalah menjadi permulaan dari
kebahagiaan dan menjadi kesejahteraan yang tidak diduga semula.
Demikianlah apa yang telah dialami oleh Nabi Yusuf dengan pelemparan
dirinya ke dalam sebuah perigi oleh saudara-saudaranya sendiri, disusuli
dengan pemenjaraannya oleh para penguasa Mesir. Semuanya itu
merupakan jalan yang harus ditempuh oleh beliau untuk mencapai
puncak kebesaran dan kemuliaan sebagai nabi serta tingkat hidup yang
mewah dan sejahtera sebagai seorang penguasa dalam sebuah kerajaan
yang besar yang dengan kekuasaannya sebagai wakil raja, dapat
menghimpunkan kembali seluruh anggota keluarganya setelah sekian
lama berpisah dan bercerai-berai.
Maka seseorang mukmin yang percaya kepada takdir, tidak sepatutnya
merasa kecewa dan berkecil hati bila tertimpa sesuatu musibah dalam
harta kekayaannya, kesihatan jasmaninya atau keadaan keluarganya. Ia
harus menerima percubaan Allah itu dengan penuh kesabaran dan
tawakal seraya memohon kepada Yang Maha Kuasa agar melindunginya
dan mengampuni segala dosanya, kalau-kalau musibah yang ditimpakan
kepadanya itu merupakan peringatan dari Allah kepadanya untuk
bertaubat.
Dan sebaliknya bila seseorang mukmin memperoleh nikmat dan kurnia
Allah berupa perluasan rezeki, kesempurnaan kesihatan dan
kesejahteraan keluarga, ia tidak sepatutnya memperlihatkan sukacita
dan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Ia bahkan harus bersyukur
kepada Allah dengan melipat gandakan amal solehnya sambil
menyedarkan diri bahawa apa yang diperolehnya itu kadang-kadang
boleh tercabut kembali bila Allah menghendakinya. Lihatlah
sebagaimana teladan Nabi Yusuf yang telah kehilangan iman dan
tawakalnya kepada Allah sewaktu berada seorang diri di dalam perigi
mahupun sewaktu merengkok di dalam penjara, demikian pula sewaktu
dia berada dalam suasana kebesarannya sebagai Penguasa Kerajaan
Mesir, ia tidak disilaukan oleh kenikmatan duniawinya dan kekuasaan
besar yang berada di tangannya. Dalam kedua keadaan itu ia tidak
melupakan harapan, syukur dan pujaan kepada Allah dan sedar bahawa
dirinya sebagai makhluk yang lemah tidak berkuasa mempertahankan
segala kenikmatan yang diperolehnya atau menghindarkan diri dari
musibah dan penderitaan yang Allah limpahkan kepadanya. Ia
mengembalikan semuanya itu kepada takdir dan kehendak Allah Yang
Maha Kuasa.
Nabi Yusuf telah memberi contoh dan teladan bagi kemurnian jiwanya
dan keteguhan hatinya tatkala menghadapi godaan Zulaikha, isteri ketua
Polis Mesir, majikannya. Ia diajak berbuat maksiat oleh Zulaikha seorang
isteri yang masih muda belia, cantik dan berpengaruh, sedang ia sendiri
berada dalam puncak kemudaannya, di mana biasanya nafsu berahi
seseorang masih berada di tingkat puncaknya. Akan tetapi ia dapat
menguasai dirinya dan dapat mengawal nafsu kemudaannya, menolak
ajak isteri yang menjadi majikannya itu, kerana ia takut kepada Allah
dan tidak mahu mengkhianati majikannya yang telah berbuat budi
kepadanya dirinya dan memperlakukannya seolah-olah anggota
keluarganya sendiri. Sebagai akibat penolakannya itu ia rela dipenjarakan
demi mempertahankan keluhuran budinya, keteguhan imannya dan
kemurnian jiwanya.
Nabi Yusuf memberi contoh tentang sifat seorang kesatria yang enggan
dikeluarkan dari penjara sebelum persoalannya dengan Zulaikha
dijernihkan. Ia tidak mahu dikeluarkan dari penjara kerana memperoleh
pengampunan dari Raja, tetapi ia ingin dikeluarkan sebagai orang yang
bersih, suci dan tidak berdosa. Kerananya ia sebelum menerima
undangan raja kepadanya untuk datang ke istana, ia menuntut agar
diselidik lebih dahulu tuduhan-tuduhan palsu dan fitnah-memfitnah yang
dilekatkan orang kepada dirinya dan dijadikannya alasan untuk
memenjarakannya. Terpaksalah raja Mesir yang memerlukan Yusuf
sebagai penasihatnya, memerintahkan penyusutan kembali peristiwa
Yusuf dengan Zulaikha yang akhirnya dengan terungkapnya kejadian yang
sebenar, di mana mereka bersalah dan memfitnah mengakui bahawa
Yusuf adalah seorang yang bersih suci dan tidak berdosa dan bahawa apa
yang dituduhkan kepadanya itu adalah palsu belaka.
Suatu sifat utama pembawaan jiwa besar Nabi Yusuf menonjol tatkala ia
menerima saudara-saudaranya yang datang ke Mesir untuk memperolehi
hak pembelian gandum dari gudang pemerintah kerajaan Mesir. Nabi
Yusuf pada masa itu, kalau ia mahu ia dapat melakukan pembalasan
terhadap saudara-saudaranya yang telah melemparkannya ke dalam
sebuah perigi dan memisahkannya dari ayahnya yang sangat dicintai.
Namun sebaliknya ia bahkan menerima mereka dengan ramah-tamah dan
melayani keperluan mereka dengan penuh kasih sayang, seolah-olah
tidak pernah terjadi apa yang telah dialami akibat tindakan saudara-
saudaranya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Demikianlah Nabi
Yusuf dengan jiwa besarnya telah melupakan semua penderitaan pahit
yang telah dialaminya akibat tindakan saudara-saudaranya itu dengan
memberi pengampunan kepada mereka, padahal ia berada dalam
keadaan yang memungkinkannya melakukan pembalasan yang setimpal.
Dan pengampunan yang demikian itulah yang akan berkesan kepada
orang yang diampuni dan yang telah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya
dalam beberapa ayat Al-Quran dan beberapa hadis nabawi.