Sekali lagi tentang JIL. Nama sebuah jaringan ini kian tenar, meskipun banyak pihak yang mengecamnya.
Sebenarnya kampanye penyatuan agama, “semua agama itu sama”, “sama-sama menyembah Tuhan”, “Islam bukan agama yang paling benar”, yang lebih populer disebut teologi pluralis, sudah cukup sebagai bukti bahwa mereka adalah para pengusung panji-panji kekufuran, yang pelakunya bisa jadi kafir alias murtad.
Kalau kita telusuri lebih dalam lagi tentang gaya pikir JIL, akan terlihat secara jelas tentang program JIL dan siapa JIL sebenarnya dalam situs resmi milik mereka. Secara terbuka mereka gambarkan prinsip JIL yaitu menekankan “kebebasan dan “pembebasan”, karena (kata mereka) Islam disifati dengan 2 sifat tersebut. JIL membangun beberapa landasan tentang penafsiran tertentu atas Islam, diantaranya; membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam, mempercayai kebenaran itu relatif, memihak pada yang minoritas dan selainnya. JIL pun percaya diri bahwa misinya akan berhasil yaitu menciptakan struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi, katanya. (http://www.islamlib.com)
Namun umat Islam telah menilai gaya pikir JIL dengan para tokoh-tokohnya adalah sangat membahayakan kemurnian dan keadilan syari’at Islam. Ulil Abshar Abdalla, tokoh JIL telah mengeluarkan pernyataan secara tegas bahwa hukum Tuhan tidaklah ada. (Harian Kompas, tanggal 18 Desember 2002)
Inilah hakekat tujuan JIL sebenarnya yaitu: “tolak syari’at Islam!”. Karena JIL meyakini kebenaran itu relatif dan meyakini urusan beragama dan tidak beragama adalah hak veto (pribadi) yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. (http://www.islamlib.com)
Hasil Landasan Penafsiaran Islam Model JIL
Dibawah payung kebebasan dan berijtihad seluas-luasnya, mereka berani mengutak-atik aqidah Islam, diantaranya tentang:
1. Islam sebagai Agama
Prof.dr. Nurcholish Majid, lewat buku Pluralitas Agama hal. 2 terbitan Kompas, berkata, “Umat Islam pun diperintahkan untuk senantiasa menegaskan bahwa kita semua penganut kitab suci yang berbeda-beda itu, sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan sama-sama pasrah (muslim) kepada-Nya.”
Cara pandang seperti ini berkonsekuensi bahwa Islam itu bukan merupakan agama semata tapi merupakan sifat dari suatu agama yaitu pasrah. Sehingga Yahudi, Nashrani, dan agama lainnya adalah sama-sama Islam, semuanya benar dan sama-sama menyembah Tuhan. Inilah hakekat teologi pluralisme yang lagi dikampanyekan oleh JIL. (Lihat buletin Al Ilmu ed. 76)
Selain itu, sang doktor pernah berpidato di universitas-universitas terkemuka di Eropa, Ramadhan 2002, bahwa Islam adalah Agama Hibrida (alias cangkokan, pen). Di dalam Al Qur’an ada lafal Qisthas yang berasal dari bahasa Yunani Justis artinya adil, dan ada lafal Kafura berasal dari bahasa melayu berarti kapur barus (naphtalene). Dengan sepotong kata yang diduga serapan dari bahasa lain tanpa bukti ilmiah, sang doktor itu menyimpulkan Islam adalah agama hibrida (cangkokan). Suatu sifat yang tidak pernah dikenal Islam dan kaum muslimin. (http://www.islamlib.com.)
2. Kemurnian Al Qur’an
Luthfi Assyaukanie, salah satu dosen Universitas Paramadina di Jakarta, katanya: “Saya cenderung meyakini Al Qur’an pada dasarnya adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi, tapi kemudian mengalami berbagai proses copy-editing oleh para sahabat, tabi’in, qurra’, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan.” (http://www.islamlib.com, dalam artikel berjudul Merenungkan sejarah Al Qur’an, dimuat 17/11/2003)
Taufiq Adnan, salah satu dosen IAIN Makassar, telah meluncurkan sebuah artikel yang berjudul Rekontruksi Sejarah Al Qur’an, penerbit FKBA, Jogjakarta, hal. 352). Ia berkata: “Adalah benar bahwa Tuhan telah membuat Al Qur’an dalam bahasa Arab, tetapi manusia bisa membuatnya menjadi bahasa Persia, Turki, Urdu, Cina, Indonesia, atau bahasa-bahasa lainnya.”
Mereka menuduh para sahabat Nabi telah melakukan copy-editing, ternyata pada akhirnya dia (Taufiq Adnan) bersama Ulil Abshar Abdalla dalam Majalah Syir’ah keduanya berani ‘mengedit’ Al Qur’an, sembari keduanya menyatakan bahwa ayat “innaddiena indallahil islam” (Ali ‘Imran: 19) ada yang lebih tepat untuk masa sekarang “innaddiena indallahil hanifiyyah”. Wallahul musta’an!
Dari pernyataan Luthfie dan kawan-kawan dapat kita simpulkan:
1. Al Qur’an telah mengalami copy-editing (perubahan). Cukuplah Allah sendiri yang menjawab kedustaan mereka. Allah berfirman (artinya): “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz Dzikr (Al Qur’an), Dan sesungguhnya Kami benar-benar yang memeliharanya.” (Al Hijr: 9)
Bahkan Allah telah menegaskan dalam firman-Nya artinya): “Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu atas sebagian yang lainnya.” Al Isra’: 88)
dan juga firman-Nya artinya);
“Katakanlah: “Maka cobalah datangkan sebuah surat semisalnya, dan panggillah siapa saja selain Allah yang dapat kalian panggil untuk membuatnya, jika kalian orang-orang yang benar.” Yunus:38)
2. Menuduh para sahabat Nabi, khususnya para penulis wahyu, para qurra’ dan khalifah Utsman sebagai pemegang tampuk kekuasaan karena di zaman beliau terselesaikan pengumpulan Al Qur’an, yang dikenal dengan Qur’an Utsmani), mereka semua adalah orang-orang yang mengedit Al Qur’an.
Kita katakan kepada mereka JIL), Apakah dengan kejujuran Islam dan kebenaran Iman para sahabat Nabi, mereka berani merubah Al Qur’an dari keasliannya? Sungguh ini merupakan celaan kepada Allah , Rabbul ‘Alamin, karena salah dalam memilih mereka menjadi sahabat Rasulullah sebagai pembela Islam dan penerus dan penjaga Al Qur’an setelah sepeninggal beliau. Subhanallah! Padahal Allah berfirman tentang para sahabat Nabi :
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya.” Al-Fath: 18)
“Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha pada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.” At-Taubah : 100)
Dan celaan pula kepada Allah ternyata Allah tidak mampu menjaga kemurnian dan keaslian Al Qur’an. Na’udzubillahi min dzalik...
3. Nabi Muhammad
Azyumardi Azra, rektor UIN Jakarta salah satu dedengkot JIL, memberi kata pengantar pada buku Islamic Invantion karangan seorang kafir Robert Morey. Berisikan hinaan dan cacian kepada Rasulullah . Ia berkata: “Kekuatan dan kejeniusan Muhammad yang mengagumkan dapat membuat dia mampu merubah tata cara ibadah penyembahan dewa bulan yang bernama Allah itu menjadi sebuah agama Islam, agama kedua terbesar di dunia.” Pada bagian selanjutnya, ia berkata, “N